*
Rasulullah shallaAllahu `alaihi wa sallam bersabda, "Sungguh aku tahu apa yang ada bersama Dajjal, bersamanya ada dua sungai mengalir. Salah satunya secara mata kasar berupa air putih dan yang lainnya secara mata kasar berupa api yang bergejolak. Bila ada yang menjumpainya, hendaklah mendatangi sungai yang dia lihat berupa api dan hendaklah menutup mata, kemudian hendaklah menundukkan kepala lalu meminumnya kerana sesungguhnya itu adalah air dingin." (HR. Bukhari)
Rasulullah shallaAllahu `alaihi wa sallam bersabda, Sesungguhnya Dajjal itu adalah seorang laki-laki yang pendek, berkaki bengkok, berambut kerinting, buta sebelah matanya, di atas matanya ada kulit tebal, diantara kedua matanya tertulis KAFIR (KAF, FA, RA) yang boleh dibaca oleh setiap mukmin." (HR. Bukhari)
Rasulullah shallaAllahu `alaihi wa sallam bersabda, "Apabila kalian selesai dari tasyahud akhir, hendaklah memohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara, iaitu; dari azab neraka Jahannam, dari siksa kubur, fitnah kehidupan dan kematian serta dari fitnah Dajjal." (HR. Bukhari)
Dari Abu Darda r.a., Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda: "Jika sesiapa belajar dengan 'mata hati' dalam 10 ayat pertama Surah Al-Kahfi, dia akan terlindung dari fitnah Dajjal" (Hadis Riwayat Muslim)
Wallahu a'lam.
*
Link pilihan:
Surah Al-Kahfi Ayat 1 - 10
Kajian Tentang Dajjal
*
Tak diterima solat 40 hari
*
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Sesiapa yang datang kepada TUKANG TILIK, kemudian bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka TIDAK DITERIMA SOLATNYA selama 40 HARI". (HR. Muslim)
Wallahu a'lam.
*
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Sesiapa yang datang kepada TUKANG TILIK, kemudian bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka TIDAK DITERIMA SOLATNYA selama 40 HARI". (HR. Muslim)
Wallahu a'lam.
*
Adab Khilafiah
*
Para Fuqaha telah menggunakan perkataan ikhtilaf dan khilaf dengan makna yang sama iaitu sesuatu yang tidak disepakati oleh para fuqaha dalam masalah-masalah ijtihadiyah. Terdapat lebih dari satu pendapat atau pandangan yang berbeza.
Adab dan sikap yang dituntut atas perkara yang telah menjadi ikhtilaf atau khilaf ulama ialah :
- Dilarang mengkritik dan merendahkan pendapat yang dikemukakan.
- Dilarang berbantah-bantah dan dipanjangkan perdebatan.
- Tidak memandang salah atau ganjil terhadap pendapat yang dikemukakan.
- Menghormati pendapat ulama tersebut dan pengikut yang mengamalkannya.
- Berbaik sangka dengan pendapat yang dikemukakan.
- Berlapang dada dengan pendapat ulama tersebut dan pengikut yang mengamalkannya.
Wallahu a'lam.
Sumber:
http://nasronhashim.blogspot.com/2012/07/adab-adab-berbeza-pendapat-khilafiah.html
http://www.jais.gov.my/index.php?option=com_content&task=view&id=882&Itemid=1
http://onemas-jendelailmu.blogspot.com/2010/11/nasehat-kepada-yang-suka-melemparkan.html
*
Para Fuqaha telah menggunakan perkataan ikhtilaf dan khilaf dengan makna yang sama iaitu sesuatu yang tidak disepakati oleh para fuqaha dalam masalah-masalah ijtihadiyah. Terdapat lebih dari satu pendapat atau pandangan yang berbeza.
Adab dan sikap yang dituntut atas perkara yang telah menjadi ikhtilaf atau khilaf ulama ialah :
- Dilarang mengkritik dan merendahkan pendapat yang dikemukakan.
- Dilarang berbantah-bantah dan dipanjangkan perdebatan.
- Tidak memandang salah atau ganjil terhadap pendapat yang dikemukakan.
- Menghormati pendapat ulama tersebut dan pengikut yang mengamalkannya.
- Berbaik sangka dengan pendapat yang dikemukakan.
- Berlapang dada dengan pendapat ulama tersebut dan pengikut yang mengamalkannya.
Wallahu a'lam.
Sumber:
http://nasronhashim.blogspot.com/2012/07/adab-adab-berbeza-pendapat-khilafiah.html
http://www.jais.gov.my/index.php?option=com_content&task=view&id=882&Itemid=1
http://onemas-jendelailmu.blogspot.com/2010/11/nasehat-kepada-yang-suka-melemparkan.html
*
Hukum Pukul Gendang Dalam Masjid
*
Hukum memainkan gendang di dalam masjid adalah perkara khilafiah, ada ulama' membolehkannya dan ada ulama' melarangnya.
Adab dan sikap yang dituntut atas perkara yang telah menjadi ikhtilaf atau khilaf ulama ialah :
- Dilarang mengkritik dan merendahkan pendapat yang dikemukakan.
- Dilarang berbantah-bantah dan dipanjangkan perdebatan.
- Tidak memandang salah atau ganjil terhadap pendapat yang dikemukakan.
- Menghormati pendapat ulama tersebut dan pengikut yang mengamalkannya.
- Berbaik sangka dengan pendapat yang dikemukakan.
- Berlapang dada dengan pendapat ulama tersebut dan pengikut yang mengamalkannya.
Wallahu 'alam.
Sumber:
https://www.facebook.com/abunawasmajdub/posts/259892924156560
http://www.aswj-rg.com/2014/04/menjawab-tuduhan-bidaah-qasidah-di-masjid.html
http://www.fikihkontemporer.com/2012/12/hukum-memainkan-rebana-didalam-masjid.html
http://jomfaham.blogspot.com/2014/01/hukum-zikir-sambil-menari.html
*
Hukum memainkan gendang di dalam masjid adalah perkara khilafiah, ada ulama' membolehkannya dan ada ulama' melarangnya.
Adab dan sikap yang dituntut atas perkara yang telah menjadi ikhtilaf atau khilaf ulama ialah :
- Dilarang mengkritik dan merendahkan pendapat yang dikemukakan.
- Dilarang berbantah-bantah dan dipanjangkan perdebatan.
- Tidak memandang salah atau ganjil terhadap pendapat yang dikemukakan.
- Menghormati pendapat ulama tersebut dan pengikut yang mengamalkannya.
- Berbaik sangka dengan pendapat yang dikemukakan.
- Berlapang dada dengan pendapat ulama tersebut dan pengikut yang mengamalkannya.
Wallahu 'alam.
Sumber:
https://www.facebook.com/abunawasmajdub/posts/259892924156560
http://www.aswj-rg.com/2014/04/menjawab-tuduhan-bidaah-qasidah-di-masjid.html
http://www.fikihkontemporer.com/2012/12/hukum-memainkan-rebana-didalam-masjid.html
http://jomfaham.blogspot.com/2014/01/hukum-zikir-sambil-menari.html
*
Benarkah kisah Nabi Ibrahim mencari Tuhan ?
*
Golongan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah percaya dan yakin bahawa semua Nabi dan Rasul Allah seluruhnya, mustahil atas mereka itu kufur dan sesat, sebelum menjadi Nabi dan selepas menjadi Nabi.
Al Allamah al Qadhi Iyadh pula menyatakan dalam kitabnya al Syifa bi Tarif Huquq al Mustafa: Apa yang pasti, para nabi adalah maksum sebelum dilantik menjadi nabi dan terhindar dari kejahilan tentang Allah dan sifat-sifat-Nya, dan terpelihara daripada merasa ragu walau sedikitpun mengenai perkara ini.
l-Imam al-Mulla ‘Ali al-Qari al-Hanafi yang menyatakan: Dalam kitab Syarh al-’Aqa’id dinyatakan, bahwa para Nabi as. maksum dari perbuatan dusta, khususnya dalam kaitannya dengan urusan syariat, penyampaian hukum, dan bimbingan kepada umat. Mengenai maksum dari perkara tersebut yang dilakukan secara sengaja telah menjadi ijmak, adapun yang dilakukan karena lupa, menurut pendapat mayoritas tetap maksum. Soal kemaksuman mereka dari dosa-dosa yang lain dapat diperincikan, bahwa menurut ijmak mereka maksum dari kekufuran, sebelum dan setelah turunnya wahyu, begitu juga —menurut pendapat jumhur— maksum dari dosa besar yang dilakukan secara sengaja. Berbeda dengan pengikut Hasyawi. Namun, maksum darinya kerana lupa juga dibolehkan oleh kebanyakan ulama’. Soal dosa kecil, menurut jumhur boleh saja. (al-Imam al-Mulla ‘Ali al-Qari al-Hanafi, Syarh Kitab al-Fiqh al-Akbar, Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah, Beirut, cetakan I, 1995, hal. 104)
Wallahu a'lam.
Link pilihan:
http://setiawanhary.blogspot.com/2013/05/tafsir-al-anam-74-79-siapa-bilang.html
http://indonesiaindonesia.com/f/90318-nabi-ibrahim-pernah-mengalami-transisi-keimanan
http://annawrahnotes.wordpress.com/2013/07/08/para-pencari-tuhan/
http://jamaluddinab.blogspot.com/2011/02/taubat-si-jemaah-tabligh-3-nabi-ibrahim.html
http://alvianiqbal.wordpress.com/2009/04/24/meluruskan-kisah-nabi-ibrahim-2
http://www.academia.edu/5532066/Pemaknaan_QS_Al_Anam_Ayat_74-79
http://abu-syafiq.blogspot.com/2007/06/asri-hina-nabi.html
*
Golongan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah percaya dan yakin bahawa semua Nabi dan Rasul Allah seluruhnya, mustahil atas mereka itu kufur dan sesat, sebelum menjadi Nabi dan selepas menjadi Nabi.
Al Allamah al Qadhi Iyadh pula menyatakan dalam kitabnya al Syifa bi Tarif Huquq al Mustafa: Apa yang pasti, para nabi adalah maksum sebelum dilantik menjadi nabi dan terhindar dari kejahilan tentang Allah dan sifat-sifat-Nya, dan terpelihara daripada merasa ragu walau sedikitpun mengenai perkara ini.
l-Imam al-Mulla ‘Ali al-Qari al-Hanafi yang menyatakan: Dalam kitab Syarh al-’Aqa’id dinyatakan, bahwa para Nabi as. maksum dari perbuatan dusta, khususnya dalam kaitannya dengan urusan syariat, penyampaian hukum, dan bimbingan kepada umat. Mengenai maksum dari perkara tersebut yang dilakukan secara sengaja telah menjadi ijmak, adapun yang dilakukan karena lupa, menurut pendapat mayoritas tetap maksum. Soal kemaksuman mereka dari dosa-dosa yang lain dapat diperincikan, bahwa menurut ijmak mereka maksum dari kekufuran, sebelum dan setelah turunnya wahyu, begitu juga —menurut pendapat jumhur— maksum dari dosa besar yang dilakukan secara sengaja. Berbeda dengan pengikut Hasyawi. Namun, maksum darinya kerana lupa juga dibolehkan oleh kebanyakan ulama’. Soal dosa kecil, menurut jumhur boleh saja. (al-Imam al-Mulla ‘Ali al-Qari al-Hanafi, Syarh Kitab al-Fiqh al-Akbar, Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah, Beirut, cetakan I, 1995, hal. 104)
Wallahu a'lam.
Salah satu keistimewaan para Nabi dan Rasul adalah bahawa mereka sebagai manusia yang paling sempurna kejadian dan akhlaknya, paling tinggi ilmunya, paling mulia keturunannya, paling benar perkataannya, paling dapat dipercayai, dan mereka terhindar dari segala samada secara fisik mahupun rohani.
Para Nabi sentiasa mendapat pengawasan, pertolongan dan petunjuk daripada Allah SWT. Oleh itu mereka terhindar dari segala perbuatan dosa. Artinya, mereka tergolong “maksum “, tidak melakukan kesalahan dengan sengaja apalagi perbuatan dosa. - See more at: http://sejukkan-iman.blogspot.sg/2011/12/sifat-nabi-dan-rasul.html#sthash.Whk4AAOi.dpuf
Para Nabi sentiasa mendapat pengawasan, pertolongan dan petunjuk daripada Allah SWT. Oleh itu mereka terhindar dari segala perbuatan dosa. Artinya, mereka tergolong “maksum “, tidak melakukan kesalahan dengan sengaja apalagi perbuatan dosa. - See more at: http://sejukkan-iman.blogspot.sg/2011/12/sifat-nabi-dan-rasul.html#sthash.Whk4AAOi.dpuf
Link pilihan:
http://setiawanhary.blogspot.com/2013/05/tafsir-al-anam-74-79-siapa-bilang.html
http://indonesiaindonesia.com/f/90318-nabi-ibrahim-pernah-mengalami-transisi-keimanan
http://annawrahnotes.wordpress.com/2013/07/08/para-pencari-tuhan/
http://jamaluddinab.blogspot.com/2011/02/taubat-si-jemaah-tabligh-3-nabi-ibrahim.html
http://alvianiqbal.wordpress.com/2009/04/24/meluruskan-kisah-nabi-ibrahim-2
http://www.academia.edu/5532066/Pemaknaan_QS_Al_Anam_Ayat_74-79
http://abu-syafiq.blogspot.com/2007/06/asri-hina-nabi.html
*
Hukum makmum mengangkat tangan ketika khatib berdoa khutbah Jumaat.
*
Petikan dari buku koleksi fatwa-fatwa Mufti Kerajaan Negeri Johor jilid 1 oleh al-Allamah Dato' Syed Alwi bin Tahir al-Haddad, halaman 68 - 69, terbitan Bahagian Penerbitan Jabatan Agama Johor, cetakan ke-3 (1981)
Perkara: Hukum menadah tangan ketika khutbah dibaca
Soal: Bagaimanakah caranya doa pada hari Jumaat pada khutbah yang kedua wajibkah bagi makmum menadah tangan amin.
Jawab: Tidak wajib dan tidak sunat.
Perkara: Menadah tangan kerana doa khatib
Soal: Waktu khatib di atas mimbar membaca khutbah maka apakala dibaca doa bagi sekelian muslimin bolehkah sekelian makmum itu menadah tangan mengatakan Amin kerana saya ada mendengar setengah daripada guru-guru berkata boleh dan setengah berkata tidak.
Jawab: Tidak sunat mengangkat tangan.
Wallahu a'lam.
*
Link pilihan:
Solat Jumaat
Hukum bercakap semasa imam khutbah Jumaat
Hukum puasa sunat pada hari Jumaat
*
Perkara: Hukum menadah tangan ketika khutbah dibaca
Soal: Bagaimanakah caranya doa pada hari Jumaat pada khutbah yang kedua wajibkah bagi makmum menadah tangan amin.
Jawab: Tidak wajib dan tidak sunat.
Perkara: Menadah tangan kerana doa khatib
Soal: Waktu khatib di atas mimbar membaca khutbah maka apakala dibaca doa bagi sekelian muslimin bolehkah sekelian makmum itu menadah tangan mengatakan Amin kerana saya ada mendengar setengah daripada guru-guru berkata boleh dan setengah berkata tidak.
Jawab: Tidak sunat mengangkat tangan.
Wallahu a'lam.
*
Link pilihan:
Solat Jumaat
Hukum bercakap semasa imam khutbah Jumaat
Hukum puasa sunat pada hari Jumaat
*
Benarkah ibu bapa Rasulullah Masuk Neraka ?
*
Link pilihan:
http://bahrusshofa.blogspot.com/2010/05/sapa-kapiaq.html
http://pondokhabib.wordpress.com/2010/05/07/benarkah-ibubapa-rasulullah-musyrik-dan-berada-di-neraka-bab-1/
http://ibnu-alkatibiy.blogspot.com/2012/05/wahhabi-salafi-mendahului-allah-dengan.html
http://ibnu-alkatibiy.blogspot.com/2012/05/wahhabi-salafi-mendahului-allah-dengan_12.html
http://ibnu-alkatibiy.blogspot.com/2012/05/wahhabi-salafi-mendahului-allah-dan.html
http://www.youtube.com/watch?v=A4J9lFP9r4M
*
Sila ikuti penerangan di bawah :
*
Link pilihan:
http://bahrusshofa.blogspot.com/2010/05/sapa-kapiaq.html
http://pondokhabib.wordpress.com/2010/05/07/benarkah-ibubapa-rasulullah-musyrik-dan-berada-di-neraka-bab-1/
http://ibnu-alkatibiy.blogspot.com/2012/05/wahhabi-salafi-mendahului-allah-dengan.html
http://ibnu-alkatibiy.blogspot.com/2012/05/wahhabi-salafi-mendahului-allah-dengan_12.html
http://ibnu-alkatibiy.blogspot.com/2012/05/wahhabi-salafi-mendahului-allah-dan.html
http://www.youtube.com/watch?v=A4J9lFP9r4M
*
Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri China
*
Nash di atas adalah matan dari hadis dhoif tetapi diriwayatkan melalui banyak sanad, di antaranya Imam Baihaqi dalam kitab syi’bul iman.
Ahli hadis menyatakan di antara perawi hadis tersebut adalah Abu
‘Atikah yang dikatakan oleh ulama’ hadis sebagai perawi dhoif, sehingga
muncul banyak pendapat dalam menilai hadis ini sebagai hadis dhoif,
bathil atau tidak bersanad. Namun demikian, menurut al-hafidh al-Mazi : kerana hadis ini memiliki banyak jalan (sanad), maka dari dhoif naik ke derajat hasan lighoirihi. Oleh kerana itu TIDAK BOLEH bagi kita mengatakan bahwa ia bukan hadits atau hadis palsu.
Wallahu 'alam.
Sumber:
http://forsansalaf.wordpress.com/2010/04/04/tuntutlah-ilmu-hingga-negeri-china
http://www.alhamidiyah.com/?v=fatwa&baca=20
http://halaqah.net/v10/index.php?topic=14090.0
http://abuzulfiqar.tripod.com/id84.html
*
« اطلبوا العلم ولو بالصين ، فإن طلب العلم فريضة على كل مسلم »
“ Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China, kerana sesungguhnya menuntut ilmu sangatlah wajib atas setiap orang muslim”.
Wallahu 'alam.
Sumber:
http://forsansalaf.wordpress.com/2010/04/04/tuntutlah-ilmu-hingga-negeri-china
http://www.alhamidiyah.com/?v=fatwa&baca=20
http://halaqah.net/v10/index.php?topic=14090.0
http://abuzulfiqar.tripod.com/id84.html
*
Syurga di bawah kaki ibu
*
Seorang sahabat bernama Jahimah pernah datang menemui Nabi shallaAllahu `alaihi wa sallam lalu berkata: Wahai Rasulullah, aku ingin ikut berjihad, dan aku datang kepadamu untuk meminta pendapatmu. Nabi shallaAllahu `alaihi wa sallam bertanya, “Adakah engkau masih mempunyai ibu ?” Jahimah menjawab: "Ya, masih ada". Nabi shallaAllahu `alaihi wa sallam berkata, “Hendaklah engkau menjaganya kerana sesungguhnya syurga itu di bawah kakinya.” (HR. an-Nasa`i, sanadnya hasan)
Wallahu a'lam.
Link pilihan:
Cara berbakti kepada ibu bapa yang sudah meninggal dunia
Dosa sesama manusia
Doakan ibu dan bapa
Kelebihan ibu dan bapa
*
Seorang sahabat bernama Jahimah pernah datang menemui Nabi shallaAllahu `alaihi wa sallam lalu berkata: Wahai Rasulullah, aku ingin ikut berjihad, dan aku datang kepadamu untuk meminta pendapatmu. Nabi shallaAllahu `alaihi wa sallam bertanya, “Adakah engkau masih mempunyai ibu ?” Jahimah menjawab: "Ya, masih ada". Nabi shallaAllahu `alaihi wa sallam berkata, “Hendaklah engkau menjaganya kerana sesungguhnya syurga itu di bawah kakinya.” (HR. an-Nasa`i, sanadnya hasan)
Wallahu a'lam.
Link pilihan:
Cara berbakti kepada ibu bapa yang sudah meninggal dunia
Dosa sesama manusia
Doakan ibu dan bapa
Kelebihan ibu dan bapa
*
Arah Pandangan Mata Ketika Solat
*
Arah pandangan mata ketika solat di dalam mazhab Syafi`i :
Dinyatakan dalam "Fathul `Allam bi Syarhi Mursyidil Anaam" pada halaman 359 - 360, juzuk ke-2, sebagai berikut:-
Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf hafizahullah dalam "at-Taqriirat as-Sadiidah" pada halaman 150 yang merupakan nukilan daripada ajaran guru beliau, al-Habib Zain Bin Sumait hafizahullah, menjelaskan bahawa antara sunnat haiah dalam solat adalah memandang ke tempat sujud walaupun ketika bersolat di belakang Ka'bah atau di belakang Junjungan Nabi. Maka pandangan adalah di jatuhkan ke tempat sujud secara mutlak melainkan ketika mengucapkan "illa Allah", di mana pandangan dijatuhkan ke jari telunjuk sehinggalah salam.
Oleh itu, ketika solat, apa jua jenis solat, sunnat mata kita memandang ke arah tempat sujud pada setiap masa melainkan ketika menaikkan jari telunjuk tatkala mengucapkan "illa Allah"dalam tasyahhud. Ketika jari telunjuk diangkat maka pandangan mata kita sunnat diarahkan kepadanya sehinggalah ianya diturunkan ketika bangkit untuk ke rakaat ketiga atau ketika salam setelah tasyahhud akhir. Inilah pandangan yang dipegang oleh kebanyakan ulama kita termasuklah Imam Ibnu Hajar rahimahullah dan Imam Ramli rahimahullah.
Wallahu 'alam.
Sumber: http://bahrusshofa.blogspot.com/2013/04/tempat-jatuh-pandangan-mata.html
*
Link pilihan:
Jari Telunjuk Ketika Tahiyyat
*
Arah pandangan mata ketika solat di dalam mazhab Syafi`i :
Dinyatakan dalam "Fathul `Allam bi Syarhi Mursyidil Anaam" pada halaman 359 - 360, juzuk ke-2, sebagai berikut:-
"Di antara sunnat haiah dalam solat adalah memandang ke tempat sujud walaupun ketika solat di sisi Ka'bah. Berbeza dengan pendapat yang dipegang oleh Imam al-Mawardi dan orang yang mengikutinya yang berpendapat bahawa orang yang solat di sisi Ka`bah disunnatkan memandang kepada Ka'bah. Perbuatan memandang ke arah tempat sujud ini disunnatkan dalam seluruh solat tersebut daripada awal sehingga akhirnya melainkan ketika mengucapkan "illa Allah" dalam tasyahhud. Maka ketika itu, sunnat memandang kepada jari telunjuk yang diangkat walaupun ianya tertutup (yakni jari telunjuk tersebut terlindung di bawah kain seperti rida` yang digunakan oleh mushalli) berdasarkan kepada hadits yang shahih. Dan berkekalan memandang kepadanya selama ianya diangkat dan ianya (yakni jari telunjuk tadi) diangkat sehinggalah si mushalli berdiri untuk rakaat seterusnya dalam tasyahhud awwal dan sehingga si mushalli mengucapkan salam dalam tasyahhud akhir."
Oleh itu, ketika solat, apa jua jenis solat, sunnat mata kita memandang ke arah tempat sujud pada setiap masa melainkan ketika menaikkan jari telunjuk tatkala mengucapkan "illa Allah"dalam tasyahhud. Ketika jari telunjuk diangkat maka pandangan mata kita sunnat diarahkan kepadanya sehinggalah ianya diturunkan ketika bangkit untuk ke rakaat ketiga atau ketika salam setelah tasyahhud akhir. Inilah pandangan yang dipegang oleh kebanyakan ulama kita termasuklah Imam Ibnu Hajar rahimahullah dan Imam Ramli rahimahullah.
Wallahu 'alam.
Sumber: http://bahrusshofa.blogspot.com/2013/04/tempat-jatuh-pandangan-mata.html
*
Link pilihan:
Jari Telunjuk Ketika Tahiyyat
*
Jahanamiyyun (Bekas Penghuni Neraka)
*
Dari Anas bahawa Nabi shallaAllahu `alaihi wa sallam bersabda, “Ada satu kaum yang akan keluar dari Neraka setelah dia dijilat oleh apinya, lalu setelah mereka masuk Syurga, para penghuni Syurga memanggil mereka Jahanamiyyun (bekas penghuni Jahanam)”. (HR. Bukhari)
Dari Imran bin Hashin bahawa Nabi shallaAllahu `alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya berkat syafaatku akan keluar dari Neraka satu kaum yang disebut Jahanamiyyun”. (HR. Tirmidzi)
Disebut di dalam hadis dari Jabir, “...Setelah orang-orang yang mendapat syafaat dikeluarkan dari Neraka, Allah Yang Maha Memberkati lagi Maha Tinggi berfirman, “Akulah Allah !. Aku mengeluarkan mereka kerana Ilmu dan Rahmat Ku”. Allah kemudiannya mengeluarkan mereka dalam jumlah yang berlipat ganda dan pada leher mereka tertulis, ‘Orang-orang yang dimerdekakan oleh Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung’. Mereka kemudian dimasukkan ke dalam Syurga dan disana mereka diberi nama al-Jahanamiyyun”.
Diriwayatkan oleh Abu Muhammad alias Abdul Wahab atau lebih dikenali dengan panggilan Ibnu Rawahah, dari al- Hafiz as- Salafi, dari al-Hajib alias Abu Hasan Ibnu Allaf, dari Abu Qasim bin Busyran, dari al-Ajiri alias Abu Bakar Muhammad ibnu Husin, dari Abu Ali al-Hasan bin Muhammad bin Syu’bah al-Anshari, dari Ali bin Muslim ath-Thusi, dari Marwan bin Mu’awiyah, dari Amr bin Rifi’ah ar-Rab’i, dari Abu Nadhrah, dari Abu Sa’id al-Khudri bahawa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya penghuni Neraka dia ada yang kekal penghuni Neraka dimana mereka itu tidak mati dan tidak juga hidup di dalamnya. Juga terdapat penghuninya yang akan dikeluarkan darinya, iaitu ketika mereka jatuh ke dalamnya lalu menjadi rentung. Setelah mendapat Izin (Iradah) Allah, mereka lalu dikeluarkan dan dilemparkan ke dalam sungai kehidupan. Para penghuni Syurga lalu menyiramkan air kepada mereka, sehingga mereka tumbuh (hidup). Setelah mereka masuk Syurga dan mendapat panggilan Jahanamiyyun, mereka memohon kepada Allah Yang Maha Penyayang untuk menghilangkan sebutan itu. Allah kemudian mengkabulkan permintaan mereka, lalu mereka bergabung dengan penduduk Syurga terdahulu. Ada pun sebutan ‘orang-orang yang saling mencintai kerana Allah’ adalah sebutan yang mulia dan luhur. Oleh kerana itu orang-orang yang mendapat sebutan itu tidak memohon kepada Allah untuk menghapuskan serta menghilangkannya”.
Diriwayatkan oleh Abu Bakar al-Bazzari dalam kitabnya ‘Musnad al-Bazzari’, dari Abu Sa’id al-Khudri bahawa Nabi shallaAllahu `alaihi wa sallam bersabda, “Ada pun para penghuni Neraka yang memang menjadi penghuni tetapnya, mereka tidak mati dan juga tidak hidup di dalamnya. Sedangkan orang-orang dikehendaki oleh Allah untuk dikeluarkan, mereka akan dimatikan terlebih dahulu oleh api Neraka, baru kemudian dikeluarkan darinya. Selanjutnya mereka akan dilemparkan ke dalam sungai kehidupan, Allah mengirimkan airnya kepada mereka sehingga mereka muncul seperti munculnya biji dalam endapan yang dibawa oleh aliran. Mereka lalu masuk Syurga dan diberi nama JAHANAMIYYUN atau bekas/mantan penduduk jahanam oleh para penghuni Syurga. Kemudian mereka memohon kepada Allah untuk dihilangkan sebutan itu dari mereka dan Allah pun mengabulkannya”.
Wallahu 'alam.
Link pilihan:
Orang Islam Tidak Kekal Dalam Neraka
Syafa'at Nabi Muhammad shallaAllahu `alaihi wa sallam
Nabi Membawa Rahmat
Kelebihan Berselawat
*
Dari Anas bahawa Nabi shallaAllahu `alaihi wa sallam bersabda, “Ada satu kaum yang akan keluar dari Neraka setelah dia dijilat oleh apinya, lalu setelah mereka masuk Syurga, para penghuni Syurga memanggil mereka Jahanamiyyun (bekas penghuni Jahanam)”. (HR. Bukhari)
Dari Imran bin Hashin bahawa Nabi shallaAllahu `alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya berkat syafaatku akan keluar dari Neraka satu kaum yang disebut Jahanamiyyun”. (HR. Tirmidzi)
Disebut di dalam hadis dari Jabir, “...Setelah orang-orang yang mendapat syafaat dikeluarkan dari Neraka, Allah Yang Maha Memberkati lagi Maha Tinggi berfirman, “Akulah Allah !. Aku mengeluarkan mereka kerana Ilmu dan Rahmat Ku”. Allah kemudiannya mengeluarkan mereka dalam jumlah yang berlipat ganda dan pada leher mereka tertulis, ‘Orang-orang yang dimerdekakan oleh Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung’. Mereka kemudian dimasukkan ke dalam Syurga dan disana mereka diberi nama al-Jahanamiyyun”.
Diriwayatkan oleh Abu Muhammad alias Abdul Wahab atau lebih dikenali dengan panggilan Ibnu Rawahah, dari al- Hafiz as- Salafi, dari al-Hajib alias Abu Hasan Ibnu Allaf, dari Abu Qasim bin Busyran, dari al-Ajiri alias Abu Bakar Muhammad ibnu Husin, dari Abu Ali al-Hasan bin Muhammad bin Syu’bah al-Anshari, dari Ali bin Muslim ath-Thusi, dari Marwan bin Mu’awiyah, dari Amr bin Rifi’ah ar-Rab’i, dari Abu Nadhrah, dari Abu Sa’id al-Khudri bahawa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya penghuni Neraka dia ada yang kekal penghuni Neraka dimana mereka itu tidak mati dan tidak juga hidup di dalamnya. Juga terdapat penghuninya yang akan dikeluarkan darinya, iaitu ketika mereka jatuh ke dalamnya lalu menjadi rentung. Setelah mendapat Izin (Iradah) Allah, mereka lalu dikeluarkan dan dilemparkan ke dalam sungai kehidupan. Para penghuni Syurga lalu menyiramkan air kepada mereka, sehingga mereka tumbuh (hidup). Setelah mereka masuk Syurga dan mendapat panggilan Jahanamiyyun, mereka memohon kepada Allah Yang Maha Penyayang untuk menghilangkan sebutan itu. Allah kemudian mengkabulkan permintaan mereka, lalu mereka bergabung dengan penduduk Syurga terdahulu. Ada pun sebutan ‘orang-orang yang saling mencintai kerana Allah’ adalah sebutan yang mulia dan luhur. Oleh kerana itu orang-orang yang mendapat sebutan itu tidak memohon kepada Allah untuk menghapuskan serta menghilangkannya”.
Diriwayatkan oleh Abu Bakar al-Bazzari dalam kitabnya ‘Musnad al-Bazzari’, dari Abu Sa’id al-Khudri bahawa Nabi shallaAllahu `alaihi wa sallam bersabda, “Ada pun para penghuni Neraka yang memang menjadi penghuni tetapnya, mereka tidak mati dan juga tidak hidup di dalamnya. Sedangkan orang-orang dikehendaki oleh Allah untuk dikeluarkan, mereka akan dimatikan terlebih dahulu oleh api Neraka, baru kemudian dikeluarkan darinya. Selanjutnya mereka akan dilemparkan ke dalam sungai kehidupan, Allah mengirimkan airnya kepada mereka sehingga mereka muncul seperti munculnya biji dalam endapan yang dibawa oleh aliran. Mereka lalu masuk Syurga dan diberi nama JAHANAMIYYUN atau bekas/mantan penduduk jahanam oleh para penghuni Syurga. Kemudian mereka memohon kepada Allah untuk dihilangkan sebutan itu dari mereka dan Allah pun mengabulkannya”.
Wallahu 'alam.
Link pilihan:
Orang Islam Tidak Kekal Dalam Neraka
Syafa'at Nabi Muhammad shallaAllahu `alaihi wa sallam
Nabi Membawa Rahmat
Kelebihan Berselawat
*
Syafa'at Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam
*
Dari Anas bin Malik r.a., katanya: Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah akan menghimpunkan sekalian manusia pada hari qiamat, maka dengan sebab dahsyatnya keadaan di situ, mereka merasa berat dan resah gelisah lalu mereka diilhamkan jalan untuk melepaskan diri dari yang demikian. Mereka pun berkata sesama sendiri: "Bukankah elok kalau kita mencari orang yang dapat mengemukakan syafaat kepada Tuhan kita supaya Tuhan melepaskan kita dari penderitaan tempat ini?" Nabi bersabda: "Setelah itu, mereka pun pergi menemui Nabi Adam, serta berkata: Engkau ialah bapa sekalian manusia, Allah telah menciptakanmu dengan kekuasaanNya dan meniupkan padamu dan roh-Nya, serta ia memerintahkan Malaikat sujud kepadamu; tolonglah kemukakan syafaat kepada Tuhamu untuk kami supaya ia melepaskan kami dari penderitaan tempat ini". Mendengarkan yang demikian, Nabi Adam berkata: "Aku bukanlah orang yang berpangkat boleh menunaikan maksud kamu", (dan pada satu riwayat, Nabi Adam berkata: "Aku bukanlah orang yang layak untuk itu), serta ia menyebut salah silapnya yang pernah dilakukan, dengan sebab itu ia merasa malu kepada Tuhannya; tetapi, kata Nabi Adam: "Pergilah kamu menemui Nabi Noh, Rasul yang pertama yang telah diutus oleh Allah Taala'."Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setelah itu mereka pun pergi menemui Nabi Noh, maka Nabi Noh menjawab dengan katanya: "Aku bukanlah orang yang berpangkat boleh menunaikan maksud kamu itu", (pada satu riwayat, Nabi Noh berkata: "Aku bukanlah orang yang layak untuk itu"), serta ia menyebut salah-silapnya yang pernah dilakukan, dengan sebab itu ia merasa malu kepada Tuhannya: Tetapi, kata Nabi Noh, "Pergilah kamu menemui Nabi Ibrahim yang Allah telah jadikan dia orang yang berdamping di sisi-Nya." Nabi bersabda: "Setelah itu pergi menemui Nabi Ibrahim a.s., maka Nabi Ibrahim menjawab dengan katanya: "Aku bukanlah orang yang berpangkat boleh menunaikan maksud kamu itu, (dan pada satu riwayat: Nabi Ibrahim berkata: "Aku bukanlah orang yang layak untuk itu"), serta ia menyebut salah silapnya yang pernah dilakukan, dengan sebab itu ia merasa malu kepada Tuhannya; Tetapi, kata Nabi Ibrahim: "Pergilah kamu menemui Nabi Musa a.s., yang Allah berkata-kata dengannya serta memberikannya kitab Taurat. " Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setelah itu mereka pun pergi menemui Nabi Musa a.s., maka Nabi Musa menjawab dengan katanya: "Aku bukanlah orang yang berpangkat boleh menunaikan maksud kamu itu, (dan pada satu riwayat: Nabi Musa berkata: Aku bukanlah orang yang layak untuk itu), serta ia menyebut salah silapnya yang pernah dilakukan, dengan sebab itu ia merasa malu kepada Tuhannya, Tetapi, kata Nabi Musa: "Pergilah kamu menemui Nabi Isa a.s., Roh Allah dan kalimah-Nya." Nabi bersabda: "Setelah itu mereka pun pergi menemui Nabi Isa Roh Allah dan kalimah-Nya, maka Nabi Isa menjawab dengan katanya: "Aku bukanlah orang yang berpangkat boleh menunaikan maksud kamu itu", (dan pada satu riwayat: Nabi Isa berkata: "Aku bukanlah orang yang layak untuk itu"), Tetapi kata Nabi Isa, "Pergilah kamu menemui Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam, seorang hamba Allah yang telah diampunkan salah silapnya yang terdahulu dan yang terkemudian." Kata rawi: Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setelah itu mereka pun datang menemuiku, aku pun memohon izin mengadap Tuhanku, lalu diizinkan"; (dan pada satu riwayat: Baginda bersabda: "Setelah itu mereka datang menemuiku, aku pun berkata: "Akulah orang yang layak untuk itu, akulah orang yang layak untuk itu" maka aku pun pergi serta memohon izin mengadap Tuhanku, lalu diizinkan), maka apabila aku mengadap-Nya, aku merebahkan diri sujud, lalu dibiarkan-Nya aku sujud seberapa lama yang Allah kehendaki, kemudian diserukan daku: Wahai Muhammad! angkatlah kepalamu, dan berkatalah apa sahaja hajatmu supaya diperkenankan, mintalah supaya diberikan, dan kemukakan syafaat supaya dikabulkan syafaatmu; maka aku pun mengangkat kepalaku serta memuji Tuhanku dengan Puji-pujian yang diajarkan kepada aku oleh Tuhanku `Azza wa Jalla; kemudian aku kemukakan syafaatku;" (dan pada satu riwayat: Baginda bersabda: "Lalu diizinkan daku mengadapnya, maka aku pun berdiri mengadapnya serta memujinya dengan puji-pujian yang aku tidak dapat menyebutnya sekarang, yang Allah mengilhamkannya kepadaku, kemudian aku menumuskan muka sujud kepadanya hingga aku diseru: "Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu dan berkatalah apa sahaja nescaya diperkenankan, mintalah supaya diberikan dan kemukakanlah syafaat supaya dikabulkan syafaatmu; Maka aku pun merayu dengan berkata: "Wahai Tuhanku! Kasihanilah umatku! Kasihanilah umatku!), (dan pada satu riwayat lagi: Baginda bersabda: "Maka aku pun mengangkat kepalaku serta memohon dengan berkata: "Wahai Tuhanku! Segerakanlah apalah kiranya, perbicaraan hitungan amal khalayak yang ramai ini. (Al-Jama'ah)
Syafaat yang tersebut dalam hadis yang panjang di atas ialah yang dinamakan "al-Syafaah al-Uzma" (Syafaat yang terbesar) yang dikhaskan untuk Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam sahaja mengemukakannya ke hadhrat Allah 'Azza wa Jalla. Syafaat ini juga dikatakan syafaat umum, untuk seluruh makhluk yang berada di Padang Mahsyar, samada mereka itu mukmin atau pun kafir. Syafaat untuk memohon kepada Allah untuk dipercepatkan hisab (perbicaraan hitungan amal).
Para Ulama berbeza pendapat berkenaan berapa peringkat atau berapa jenis syafaat Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam.
Menurut an-Nuqqasy, ada tiga peringkat syafaat yang diberi kepada Rasulullah:
Pertama ialah syafaat umum, memohon kepada Allah untuk dipercepatkan hisab (perbicaraan hitungan amal).
Kedua, ialah syafaat mempercepatkan orang-orang Islam masuk ke dalam Syurga.
Ketiga ialah syafaat bagi menyelamatkan orang-orang Islam yang melakukan dosa-dosa besar.
Menurut Ibnu Athiyah di dalam tafsirnya, syafaat baginda ada dua peringkat sahaja. Pendapat ini paling terkenal dan diperakui oleh banyak ulama-ulama tafsir. Iaitu syafaat umum tadi dan syafaat mengeluarkan orang-orang yang berdosa dari dalam Neraka.
Manakala menurut al-Qadhi Iyadh, "Syafaat Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam pada hari kiamat kelak ada lima peringkat (jenis) :
Pertama, syafaat yang bersifat umum.
Kedua, syafaat memasukkan sesuatu kaum ke dalam Syurga tanpa hisab.
Ketiga, syafaat baginda untuk melepaskan sesuatu kaum dari umatnya yang seharusnya dimasukkan kedalam Neraka kerana dosa-dosanya, kemudian dilepaskan dan dimasukkan pula kedalam Syurga.
Keempat, syafaat baginda kepada orang-orang berdosa yang telah dimasukkan ke dalam Neraka dan kemudiannya dikeluarkan dan dimasukkan kedalam Syurga. Syafaat ini juga dimiliki oleh Nabi-nabi lain, para Malaikat dan sesetengah manusia pilihan.
Kelima,syafaat baginda untuk menaikkan dan meninggikan martabat dan darjat kepada penghuni-penghuni Syurga (yang terpilih).
Kemudian menurut Imam al-Qurthubi, terdapat satu lagi syafaat iaitu yang keenam. Ia adalah syafaat untuk bapa saudaranya Abu Talib supaya seksaannya diringankan.
*
Dari Imran bin Hashin bahawa Nabi shallaAllahu `alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya berkat syafaatku akan keluar dari Neraka satu kaum yang disebut Jahanamiyyun”. (HR. Tirmidzi)
Dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwasanya Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Seutama-utama manusia bagiku pada hari kiamat ialah orang yang terbanyak berselawat pada aku, yakni lebih diutamakan untuk memperoleh syafaat dan dapat kedudukan yang terdekat denganku". (HR. Termidzi)
Sabda Nabi shollallahu 'alaihi wasallam, "Setiap nabi-nabi ada doa yang dimakbulkan Tuhan. Maka semua nabi-nabi itu bersegera mengajukan permohonannya. Tetapi saya menyimpan doa saya itu untuk memberi syafaat kepada umatku di hari kiamat nanti. Dan ia akan dicapai insya-Allah oleh orang yang mati tanpa mempersekutukan Allah." (HR. Imam Muslim)
Dari Abu Hurairah bahawa dia telah bertanya kepada baginda Rasulullah, "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling bahagia dengan syafaatmu pada hari kiamat nanti ?". Baginda bersabda, "Telah aku duga sebelum ini wahai Abu Hurairah, kamulah orang pertama yang akan bertanya soalan ini kepadaku kerana ingatan kamu yang sangat besar kepada hadiss.a-hadisku. Orang yang paling bahagia dengan syafaatku dihari kiamat kelak ialah orang yang membaca Laa ilaa ha il lallah dengan ikhlas dari batinnya ". (HR. Bukhari)
Dari Zaid bin Arqam bahawa Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesiapa membaca 'Laa ilaa ha il lallah' dengan ikhlas, maka dia akan masuk syurga". Seorang sahabat bertanya, "Apa yang membuktikan keikhlasan ?". Baginda menjawab, "Jika apa yang diucapkan itu boleh mencegahnya dari semua perkara yang diharamkan Allah". (Diriwayatkan oleh Tirmidzi al-Hakim di dalam kitabnya Nawadir al-Usul)
Wallahu 'alam.
Sumber: http://kubranewszamany.blogspot.com
Link pilihan:
Jahanamiyyun
Nabi Pembawa Rahmat
Kelebihan Berselawat
*
Dari Anas bin Malik r.a., katanya: Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah akan menghimpunkan sekalian manusia pada hari qiamat, maka dengan sebab dahsyatnya keadaan di situ, mereka merasa berat dan resah gelisah lalu mereka diilhamkan jalan untuk melepaskan diri dari yang demikian. Mereka pun berkata sesama sendiri: "Bukankah elok kalau kita mencari orang yang dapat mengemukakan syafaat kepada Tuhan kita supaya Tuhan melepaskan kita dari penderitaan tempat ini?" Nabi bersabda: "Setelah itu, mereka pun pergi menemui Nabi Adam, serta berkata: Engkau ialah bapa sekalian manusia, Allah telah menciptakanmu dengan kekuasaanNya dan meniupkan padamu dan roh-Nya, serta ia memerintahkan Malaikat sujud kepadamu; tolonglah kemukakan syafaat kepada Tuhamu untuk kami supaya ia melepaskan kami dari penderitaan tempat ini". Mendengarkan yang demikian, Nabi Adam berkata: "Aku bukanlah orang yang berpangkat boleh menunaikan maksud kamu", (dan pada satu riwayat, Nabi Adam berkata: "Aku bukanlah orang yang layak untuk itu), serta ia menyebut salah silapnya yang pernah dilakukan, dengan sebab itu ia merasa malu kepada Tuhannya; tetapi, kata Nabi Adam: "Pergilah kamu menemui Nabi Noh, Rasul yang pertama yang telah diutus oleh Allah Taala'."Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setelah itu mereka pun pergi menemui Nabi Noh, maka Nabi Noh menjawab dengan katanya: "Aku bukanlah orang yang berpangkat boleh menunaikan maksud kamu itu", (pada satu riwayat, Nabi Noh berkata: "Aku bukanlah orang yang layak untuk itu"), serta ia menyebut salah-silapnya yang pernah dilakukan, dengan sebab itu ia merasa malu kepada Tuhannya: Tetapi, kata Nabi Noh, "Pergilah kamu menemui Nabi Ibrahim yang Allah telah jadikan dia orang yang berdamping di sisi-Nya." Nabi bersabda: "Setelah itu pergi menemui Nabi Ibrahim a.s., maka Nabi Ibrahim menjawab dengan katanya: "Aku bukanlah orang yang berpangkat boleh menunaikan maksud kamu itu, (dan pada satu riwayat: Nabi Ibrahim berkata: "Aku bukanlah orang yang layak untuk itu"), serta ia menyebut salah silapnya yang pernah dilakukan, dengan sebab itu ia merasa malu kepada Tuhannya; Tetapi, kata Nabi Ibrahim: "Pergilah kamu menemui Nabi Musa a.s., yang Allah berkata-kata dengannya serta memberikannya kitab Taurat. " Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setelah itu mereka pun pergi menemui Nabi Musa a.s., maka Nabi Musa menjawab dengan katanya: "Aku bukanlah orang yang berpangkat boleh menunaikan maksud kamu itu, (dan pada satu riwayat: Nabi Musa berkata: Aku bukanlah orang yang layak untuk itu), serta ia menyebut salah silapnya yang pernah dilakukan, dengan sebab itu ia merasa malu kepada Tuhannya, Tetapi, kata Nabi Musa: "Pergilah kamu menemui Nabi Isa a.s., Roh Allah dan kalimah-Nya." Nabi bersabda: "Setelah itu mereka pun pergi menemui Nabi Isa Roh Allah dan kalimah-Nya, maka Nabi Isa menjawab dengan katanya: "Aku bukanlah orang yang berpangkat boleh menunaikan maksud kamu itu", (dan pada satu riwayat: Nabi Isa berkata: "Aku bukanlah orang yang layak untuk itu"), Tetapi kata Nabi Isa, "Pergilah kamu menemui Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam, seorang hamba Allah yang telah diampunkan salah silapnya yang terdahulu dan yang terkemudian." Kata rawi: Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setelah itu mereka pun datang menemuiku, aku pun memohon izin mengadap Tuhanku, lalu diizinkan"; (dan pada satu riwayat: Baginda bersabda: "Setelah itu mereka datang menemuiku, aku pun berkata: "Akulah orang yang layak untuk itu, akulah orang yang layak untuk itu" maka aku pun pergi serta memohon izin mengadap Tuhanku, lalu diizinkan), maka apabila aku mengadap-Nya, aku merebahkan diri sujud, lalu dibiarkan-Nya aku sujud seberapa lama yang Allah kehendaki, kemudian diserukan daku: Wahai Muhammad! angkatlah kepalamu, dan berkatalah apa sahaja hajatmu supaya diperkenankan, mintalah supaya diberikan, dan kemukakan syafaat supaya dikabulkan syafaatmu; maka aku pun mengangkat kepalaku serta memuji Tuhanku dengan Puji-pujian yang diajarkan kepada aku oleh Tuhanku `Azza wa Jalla; kemudian aku kemukakan syafaatku;" (dan pada satu riwayat: Baginda bersabda: "Lalu diizinkan daku mengadapnya, maka aku pun berdiri mengadapnya serta memujinya dengan puji-pujian yang aku tidak dapat menyebutnya sekarang, yang Allah mengilhamkannya kepadaku, kemudian aku menumuskan muka sujud kepadanya hingga aku diseru: "Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu dan berkatalah apa sahaja nescaya diperkenankan, mintalah supaya diberikan dan kemukakanlah syafaat supaya dikabulkan syafaatmu; Maka aku pun merayu dengan berkata: "Wahai Tuhanku! Kasihanilah umatku! Kasihanilah umatku!), (dan pada satu riwayat lagi: Baginda bersabda: "Maka aku pun mengangkat kepalaku serta memohon dengan berkata: "Wahai Tuhanku! Segerakanlah apalah kiranya, perbicaraan hitungan amal khalayak yang ramai ini. (Al-Jama'ah)
Syafaat yang tersebut dalam hadis yang panjang di atas ialah yang dinamakan "al-Syafaah al-Uzma" (Syafaat yang terbesar) yang dikhaskan untuk Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam sahaja mengemukakannya ke hadhrat Allah 'Azza wa Jalla. Syafaat ini juga dikatakan syafaat umum, untuk seluruh makhluk yang berada di Padang Mahsyar, samada mereka itu mukmin atau pun kafir. Syafaat untuk memohon kepada Allah untuk dipercepatkan hisab (perbicaraan hitungan amal).
Para Ulama berbeza pendapat berkenaan berapa peringkat atau berapa jenis syafaat Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam.
Menurut an-Nuqqasy, ada tiga peringkat syafaat yang diberi kepada Rasulullah:
Pertama ialah syafaat umum, memohon kepada Allah untuk dipercepatkan hisab (perbicaraan hitungan amal).
Kedua, ialah syafaat mempercepatkan orang-orang Islam masuk ke dalam Syurga.
Ketiga ialah syafaat bagi menyelamatkan orang-orang Islam yang melakukan dosa-dosa besar.
Menurut Ibnu Athiyah di dalam tafsirnya, syafaat baginda ada dua peringkat sahaja. Pendapat ini paling terkenal dan diperakui oleh banyak ulama-ulama tafsir. Iaitu syafaat umum tadi dan syafaat mengeluarkan orang-orang yang berdosa dari dalam Neraka.
Manakala menurut al-Qadhi Iyadh, "Syafaat Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam pada hari kiamat kelak ada lima peringkat (jenis) :
Pertama, syafaat yang bersifat umum.
Kedua, syafaat memasukkan sesuatu kaum ke dalam Syurga tanpa hisab.
Ketiga, syafaat baginda untuk melepaskan sesuatu kaum dari umatnya yang seharusnya dimasukkan kedalam Neraka kerana dosa-dosanya, kemudian dilepaskan dan dimasukkan pula kedalam Syurga.
Keempat, syafaat baginda kepada orang-orang berdosa yang telah dimasukkan ke dalam Neraka dan kemudiannya dikeluarkan dan dimasukkan kedalam Syurga. Syafaat ini juga dimiliki oleh Nabi-nabi lain, para Malaikat dan sesetengah manusia pilihan.
Kelima,syafaat baginda untuk menaikkan dan meninggikan martabat dan darjat kepada penghuni-penghuni Syurga (yang terpilih).
Kemudian menurut Imam al-Qurthubi, terdapat satu lagi syafaat iaitu yang keenam. Ia adalah syafaat untuk bapa saudaranya Abu Talib supaya seksaannya diringankan.
*
Dari Imran bin Hashin bahawa Nabi shallaAllahu `alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya berkat syafaatku akan keluar dari Neraka satu kaum yang disebut Jahanamiyyun”. (HR. Tirmidzi)
Dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwasanya Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Seutama-utama manusia bagiku pada hari kiamat ialah orang yang terbanyak berselawat pada aku, yakni lebih diutamakan untuk memperoleh syafaat dan dapat kedudukan yang terdekat denganku". (HR. Termidzi)
Sabda Nabi shollallahu 'alaihi wasallam, "Setiap nabi-nabi ada doa yang dimakbulkan Tuhan. Maka semua nabi-nabi itu bersegera mengajukan permohonannya. Tetapi saya menyimpan doa saya itu untuk memberi syafaat kepada umatku di hari kiamat nanti. Dan ia akan dicapai insya-Allah oleh orang yang mati tanpa mempersekutukan Allah." (HR. Imam Muslim)
Dari Abu Hurairah bahawa dia telah bertanya kepada baginda Rasulullah, "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling bahagia dengan syafaatmu pada hari kiamat nanti ?". Baginda bersabda, "Telah aku duga sebelum ini wahai Abu Hurairah, kamulah orang pertama yang akan bertanya soalan ini kepadaku kerana ingatan kamu yang sangat besar kepada hadiss.a-hadisku. Orang yang paling bahagia dengan syafaatku dihari kiamat kelak ialah orang yang membaca Laa ilaa ha il lallah dengan ikhlas dari batinnya ". (HR. Bukhari)
Dari Zaid bin Arqam bahawa Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesiapa membaca 'Laa ilaa ha il lallah' dengan ikhlas, maka dia akan masuk syurga". Seorang sahabat bertanya, "Apa yang membuktikan keikhlasan ?". Baginda menjawab, "Jika apa yang diucapkan itu boleh mencegahnya dari semua perkara yang diharamkan Allah". (Diriwayatkan oleh Tirmidzi al-Hakim di dalam kitabnya Nawadir al-Usul)
Wallahu 'alam.
Sumber: http://kubranewszamany.blogspot.com
Link pilihan:
Jahanamiyyun
Nabi Pembawa Rahmat
Kelebihan Berselawat
*
Isu Kalimah ALLAH
*
Sila lihat gambar dibawah, bible terjemahan Melayu yang dinamakan al-kitab.
Ia ada mengatakan: Allah sangat mengasihi orang di dunia ini sehingga Dia memberikan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada Anak itu tidak binasa tetapi beroleh hidup sejati dan kekal. Allah mengutuskan anak-Nya ke dunia ini bukan untuk menghakimi dunia, tetapi untuk menyelamatkannya.
Apabila di dalam Bible terjemahan Melayu itu mengatakan ALLAH mempunyai anak, maka ini SANGAT BERSALAHAN dengan fahaman Islam.
Fahaman Islam mengatakan Allah tidak mempunyai anak dan tidak diperanakkan.
Apabila perkataan God di dalam bible diterjemahkan kepada perkataan ALLAH maka ia telah memberi maksud yang sangat bertentangan dan menyelewang dari fahaman Islam.
Saya MEMBANTAH penggunaan kalimah ALLAH yang sebegini.
Bible berbahasa English ditulis perkataan God, bukan perkataan Allah.
Terjemahan God ke bahasa Melayu ialah Tuhan.
Kenapa di Malaysia mereka tidak terjemah perkataan God kepada Tuhan ?
Kenapa di Malaysia mereka tukar perkataan God kepada kalimah ALLAH ?
Klik -> Bukti niat jahat mereka !
*
Sila lihat gambar dibawah, bible terjemahan Melayu yang dinamakan al-kitab.
Ia ada mengatakan: Allah sangat mengasihi orang di dunia ini sehingga Dia memberikan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada Anak itu tidak binasa tetapi beroleh hidup sejati dan kekal. Allah mengutuskan anak-Nya ke dunia ini bukan untuk menghakimi dunia, tetapi untuk menyelamatkannya.
Apabila di dalam Bible terjemahan Melayu itu mengatakan ALLAH mempunyai anak, maka ini SANGAT BERSALAHAN dengan fahaman Islam.
Fahaman Islam mengatakan Allah tidak mempunyai anak dan tidak diperanakkan.
Apabila perkataan God di dalam bible diterjemahkan kepada perkataan ALLAH maka ia telah memberi maksud yang sangat bertentangan dan menyelewang dari fahaman Islam.
Saya MEMBANTAH penggunaan kalimah ALLAH yang sebegini.
Bible berbahasa English ditulis perkataan God, bukan perkataan Allah.
Terjemahan God ke bahasa Melayu ialah Tuhan.
Kenapa di Malaysia mereka tidak terjemah perkataan God kepada Tuhan ?
Kenapa di Malaysia mereka tukar perkataan God kepada kalimah ALLAH ?
Klik -> Bukti niat jahat mereka !
*
Azab Terelak
*
Anas ra. berkata, Nabi shallaAllahu `alaihi wa sallam bersabda, Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku merencanakan azab dan seksa bagi penghuni bumi namun bila Aku melihat kepada mereka yang memakmurkan masjid dan mereka yang beristighfar di waktu fajar, Aku elakkan azab yang Ku rencanakan itu." (HR Baihaqi)
*
*
Kelebihan Surah Yasin
*
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesiapa yang membaca surat Yasin pada malam hari, maka pagi harinya dia diampuni oleh Allah. Sesiapa yang membaca surat ad-Dukhan, maka dia diampuni oleh Allah." (HR Abu Ya'la). Menurut al-Hafidz Ibn Katsir, hadits ini sanadnya jayyid (shahih). Komentar Ibn Katsir ini juga dikutip dan diakui oleh al-Imam asy-Syaukani dalam tafsimya Fath al-Qadir, bahwa sanad hadits tersebut jayyid, alias shahih.Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesiapa yang membaca surat Yasin pada malam hari kerana mencari redha Allah, maka Allah akan mengampuninya." (HR. Ibn Hibban dalam Shahihnya). Hadits ini dishahihkan oleh al-Imam Ibn Hibban dan diakui oleh al-Hafidz Ibn Katsir dalam Tafsirnya, al- Hafidz Jalahiddin as-Suyuthi dalam Tadrib ar-Rawi, dan al-Imam asy-Syaukani dalam tafsir Fath al-Qadir dan al-Fawaid al-Majmu’ah.
Asy-Syaukani berkata dalam al-Fawaid al- Majmu’ah sebagai berikut: "Hadits, "Sesiapa membaca surat Yasin kerana mencari redha Allah, maka Allah akan mengampuninya, diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Abu Humairah secara marfu’ dan sanadnya sesuai dengan kriteria hadits shahih. Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dan al-Khathib. Sehingga tidak ada alasan merryebut hadits tersebut dalam kitab-kitab al-Maudhu’at (tidak benar menganggapnya sebagai hadits maudhu’)." (Asy-Syaukani, al-Fawaid al-Majmu’ah fi al-Ahadits al-Maudhu’ah halaman 302-303).
Ibn Hibban dalam kitab sahihnya meriwayatkan hadith Jundab bin AbdiLLah, RasuluLlah sallaLLahu 'alaihi wasallam bersabda yang bererti: "Surah al Baqarah adalah tulang belakang al Quran, ia diturunkan oleh lapan puluh malaikat dengan membawa satu persatu ayat. Sedangkan ayat kursi diturunkan dari bawah Arsy'. kemudian ia dikumpulkan dengan ayat-ayat surah al Baqarah. Surah Yasin pula adalah hati al Quran, tidak ada orang yang membacanya dengan mengharap redha Allah dan pahala akhirat melainkan dia akan mendapat ampunan dari-Nya. Bacalah surah Yasin untuk saudara-saudara kamu yang telah meninggal dunia." (Ditakhrij oleh Ibn Hibban di dalam Kitab Sahihnya pada bab Fadhilat Surah al Baqarah. Demikian juga al Haithami meriwayatkannya di dalam kitab Mawarid al Dzam'an, (jilid V, h 397).
Imam Ahmad juga meriwayatkannya di dalam al Musnad dari Ma'qal bin Yasar (jilid v h 26). Al Haithami mengulas hadith tersebut di dalam kitab Majma' al Zawaid, "Hadith tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad, di dalamnya ada salah seorang perawi yang tidak disebut namanya, bagaimanapun perawi perawi lainnya adalah sahih (jilid VI h 311)
Daripada Anas RadiyaLlahu 'anhu: Sabda Nabi sallaLlahu 'alaihi wasallam: "Sesungguhnya bagi tiap-tiap sesuatu itu ada jantung (hati), dan jantung (hati) al Quran ialah surah Yasin. Dan sesiapa yang membaca surah Yasin, akan dituliskan Allah baginya dengan membacanya pahala seumpama membaca al Quran sepuluh kali." (HR. at-Tirmizi dan ad-Darimi)
Menurut Imam at Tirmizi darjat hadith ini adalah hasan gharib. Ia telah diriwayatkan oleh lima orang sahabat radiyaLlahu anhum iaitu Abu Bakar as Siddiq, Anas r.a, Abu Hurairah r.a, Ubay bin Kaab r.a dan Ibn Abbas radiyallahu anhuma. Maka dari segi istilah ia bilangan yang cukup menjadi hadith mahsyur. (Rujuk Majalah Q & A Bil 3, m/s 76-77. Dijelaskan oleh Ustaz Mohd Khafidz Bin Soroni (Jabatan Hadith KUIS))
Imam as-Sayuthi dalam kitabnya "Khushushiyyaat Yawmil Jumu`ah" menulis:- Imam al-Baihaqi dalam kitab "asy-Syu`ab" telah mentakhrijkan daripada Abu Hurairah r.a., katanya:- Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda:- "MAN QARA-A LAILATAL JUMU`ATI HAAMIIM AD-DUKHAAN WA YAASIIN ASHBAHA MAGHFURAN LAHU (Sesiapa yang membaca pada malam Jumaat surah ad-Dukhan dan surah Yasin, maka berpagi-pagilah dia dalam keadaan terampun)".
Al-Ashbihani meriwayatkan dengan lafaz:- "MAN QARA-A YAASIIN FI LAILATIL JUMU`ATI GHUFIRA LAHU ( Sesiapa yang membaca surah Yasin pada malam Jumaat, nescaya diampunkan baginya).
Berkaitan dengan membaca al-Qur'an atau zikir secara berjamaah atau beramai-ramai, al-Imam asy-Syaukani telah menegaskan dalam kitabnya, al-Fath ar-Rabbai fi Fatawa al-Imam asy-Syaukani sebagai berikut: “Ini adalah himpunan ayat-ayat al-Qur'an ketika melihat pertanyaan ini. Dalam ayat-ayat tersebut tidak ada pembatasan zikir dengan cara mengeraskan atau memperlahankan, meninggikan atau merendahkan suara, bersama-sama atau sendirian. Jadi ayat-ayat tersebut memberi pengertian anjuran zikir dengan semua cara tersebut.” (Syaikh asy-Syaukani, Risalah al-Ijtima’ ‘ala adz-Dzikir wa al-Jahr bihi, dalam kitab beliau al-Fath ar-Rabbani min Fatawa al-Imam asy-Syaukani halaman no. 5945).
Pernyataan asy-Syaukani di atas, adalah pernyataan seorang ulama yang mengerti al-Qur'an, hadits dan metode pengambilan hukum dari al-Qur'an dan hadits. Berdasarkan pernyataan asy-Syaukani di atas, membaca al-Qur'an bersama-sama tidak ada masalah, bahkan dianjurkan sesuai dengan ayat-ayat al-Qur’an yang menganjurkan kita memperbanyak zikir kepada Allah.
Wallahu 'alam.
Sumber:
https://www.facebook.com/IslamicMotivationIndonesia/posts/659391567447300
http://jomfaham.blogspot.sg/2012/03/buku-40-hadith-popular-palsu-yang-palsu.html
https://www.facebook.com/notes/kami-tidak-mahu-fahaman-wahhabi-di-malaysia/soal-jawab-hadith-surah-yasin-sebagai-jantung-hati-al-quran/225335527531596
http://bahrusshofa.blogspot.com/2006/08/membaca-yaasiin-malam-jumaat.html
Hukum Membaca Yasin dan tahlil secara berjamaah
*
Hukum Sebut Sayyidina
*
Fuqaha' Syafi'iyah berpendapat sunat menyebut sayyidina ketika berselawat atas alasan penghormatan dan adab.
Imam Asnawi di dalam kitab Al-Muhimmaat mengemukakan ucapan Syeikh Izzud-din bin Abdus-salam, dia berkata : “Pada prinsipnya pembacaan selawat di dalam tasyahhud itu hendaklah ditambah dengan lafaz “sayyidina”, demi mengikuti adab dan menjalankan perintah. Atas yang pertama hukumnya mustahab (sunat).
Dengan demikian di dalam membaca shalawat boleh bagi kita mengucapkan “Allahumma Shalli ‘Ala Sayyidina Muhammad”, meskipun tidak ada pada lafazh-lafazh shalawat yang diajarkan oleh Nabi (ash-Shalawat al Ma'tsurah) dengan penambahan kata “Sayyid”. Karena menyusun dzikir tertentu yang tidak ma'tsur boleh selama tidak bertentangan dengan yang ma'tsur.
Sahabat ‘Umar ibn al-Khaththab dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim menambah lafazh talbiyah dari yang sudah diajarkan oleh Rasulullah. Lafazh talbiyah yang diajarkan oleh Nabi adalah:
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَNamun kemudian sabahat Umar ibn al-Khaththab menambahkannya. Dalam bacaan beliau:
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ ، وَالْخَيْرُ فِيْ يَدَيْكَ، وَالرَّغْبَاءُ إِلَيْكَ وَالْعَمَلُDalil lainnya adalah dari sahabat ‘Abdullah ibn ‘Umar bahwa beliau membuat kalimat tambahan pada Tasyahhud di dalamnya shalatnya. Kalimat Tasyahhud dalam shalat yang diajarkan Rasulullah adalah “Asyhadu An La Ilaha Illah, Wa Asyhadu Anna Muhammad Rasulullah”. Namun kemudian ‘Abdullah ibn ‘Umar menambahkan Tasyahhud pertamanya menjadi:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُTambahan kalimat “Wahdahu La Syarika Lah” sengaja diucapkan oleh beliau. Bahkan tentang ini ‘Abdullah ibn ‘Umar berkata: “Wa Ana Zidtuha...”. Artinya: “Saya sendiri yang menambahkan kalimat “Wahdahu La Syarika Lah”. (HR Abu Dawud)
Dalam sebuah hadits shahih, Imam al-Bukhari meriwayatkan dari sahabat Rifa'ah ibn Rafi', bahwa ia (Rifa'ah ibn Rafi’) berkata: “Suatu hari kami shalat berjama'ah di belakang Rasulullah. Ketika beliau mengangkat kepala setelah ruku' beliau membaca: “Sami’allahu Liman Hamidah”, tiba-tiba salah seorang makmum berkata:
رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ
Setelah selesai shalat Rasulullah bertanya: “Siapakah tadi yang mengatakan kalimat-kalimat itu?". Orang yang yang dimaksud menjawab: “Saya Wahai Rasulullah...”. Lalu Rasulullah berkata:
رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلاَثِيْنَ مَلَكًا يَبْتَدِرُوْنَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلَ “Aku melihat lebih dari tiga puluh Malaikat berlomba untuk menjadi yang pertama mencatatnya”.
al-Imam al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam kitab Fath al-Bari, dalam menjelaskan hadits sahabat Rifa’ah ibn Rafi ini menuliskan sebagai berikut: “Hadits ini adalah dalil yang menunjukkan kepada beberapa perkara. Pertama; Menunjukan kebolehan menyusun dzikir yang tidak ma'tsur di dalam shalat selama tidak menyalahi yang ma'tsur. Dua; Boleh mengeraskan suara dzikir selama tidak mengganggu orang lain di dekatnya. Tiga; Bahwa orang yang bersin di dalam shalat diperbolehkan baginya mengucapkan “al-Hamdulillah” tanpa adanya hukum makruh” (Fath al-Bari, j. 2, h. 287).
Dengan demikian boleh hukumnya dan tidak ada masalah sama sekali di dalam bacaan shalawat menambahkan kata “Sayyidina”, baik dibaca di luar shalat maupun di dalam shalat. Karena tambahan kata “Sayyidina” ini adalah tambahan yang sesuai dengan dasar syari’at, dan sama sekali tidak bertentangan dengannya.
Asy-Syaikh al’Allamah Ibn Hajar al-Haitami dalam kitab al-Minhaj al-Qawim, halaman 160, menuliskan sebagai berikut:
وَلاَ بَأْسَ بِزِيَادَةِ سَيِّدِنَا قَبْلَ مُحَمَّدٍ، وَخَبَرُ"لاَ تُسَيِّدُوْنِي فِيْ الصَّلاَةِ" ضَعِيْفٌ بَلْ لاَ أَصْلَ لَهُ “Dan tidak mengapa menambahkan kata “Sayyidina” sebelum Muhammad. Sedangkan hadits yang berbunyi “La Tusyyiduni Fi ash-Shalat” adalah hadits dha'if bahkan tidak memiliki dasar (hadits maudlu/palsu)”.
Di antara hal yang menunjukan bahwa hadits “La Tusayyiduni Fi ash-Shalat” sebagai hadits palsu (Maudlu’) adalah karena di dalam hadits ini terdapat kaedah kebahasaan yang salah (al-Lahn). Artinya, terdapat kalimat yang ditinjau dari gramatika bahasa Arab adalah sesuatu yang aneh dan asing. Yaitu pada kata “Tusayyiduni”. Di dalam bahasa Arab, dasar kata “Sayyid” adalah berasal dari kata “Saada, Yasuudu”, bukan “Saada, Yasiidu”. Dengan demikian bentuk fi’il Muta'addi (kata kerja yang membutuhkan kepada objek) dari “Saada, Yasuudu” ini adalah “Sawwada, Yusawwidu”, dan bukan “Sayyada, Yusayyidu”. Dengan demikian, -seandainya hadits di atas benar adanya-, maka bukan dengan kata “La Tasayyiduni”, tapi harus dengan kata “La Tusawwiduni”. Inilah yang dimaksud dengan al-Lahn. Sudah barang tentu Rasulullah tidak akan pernah mengucapkan al-Lahn semacam ini, karena beliau adalah seorang Arab yang sangat fasih (Afshah al-‘Arab).
Bahkan dalam pendapat sebagian ulama, mengucapkan kata “Sayyidina” di depan nama Rasulullah, baik di dalam shalat maupun di luar shalat lebih utama dari pada tidak memakainya. Karena tambahan kata tersebut termasuk penghormatan dan adab terhadap Rasulullah. Dan pendapat ini dinilai sebagai pendapat mu’tamad.
Asy-Syaikh al-‘Allamah al-Bajuri dalam kitab Hasyiah al-Bajuri, menuliskan sebagai berikut:
الأوْلَى ذِكْرُ السِّيَادَةِ لأَنّ الأفْضَلَ سُلُوْكُ الأدَبِ، خِلاَفًا لِمَنْ قَالَ الأوْلَى تَرْكُ السّيَادَةِ إقْتِصَارًا عَلَى الوَارِدِ، وَالمُعْتَمَدُ الأوَّلُ، وَحَدِيْثُ لاَ تُسَوِّدُوْنِي فِي صَلاتِكُمْ بِالوَاوِ لاَ بِاليَاءِ بَاطِلٌ“Yang lebih utama adalah mengucapkan kata “Sayyid”, karena yang lebih afdlal adalah menjalankan adab. Hal ini berbeda dengan pendapat orang yang mengatakan bahwa lebih utama meninggalkan kata “Sayyid” dengan alasan mencukupkan di atas yang warid saja. Dan pendapat mu’tamad adalah pendapat yang pertama. Adapun hadits “La Tusawwiduni Fi Shalatikum”, yang seharusnya dengan “waw” (Tusawwiduni) bukan dengan “ya” (Tusayyiduni) adalah hadits yang batil” (Hasyiah al-Bajuri, j. 1, h. 156).
Allah humma Solli Wa sollim 'ala Sayyidina Muhammad, Wa 'ala ali Sayyidina Muhammad.
*
*
*
Fuqaha' Syafi'iyah berpendapat sunat menyebut sayyidina ketika berselawat atas alasan penghormatan dan adab.
Imam Asnawi di dalam kitab Al-Muhimmaat mengemukakan ucapan Syeikh Izzud-din bin Abdus-salam, dia berkata : “Pada prinsipnya pembacaan selawat di dalam tasyahhud itu hendaklah ditambah dengan lafaz “sayyidina”, demi mengikuti adab dan menjalankan perintah. Atas yang pertama hukumnya mustahab (sunat).
Dengan demikian di dalam membaca shalawat boleh bagi kita mengucapkan “Allahumma Shalli ‘Ala Sayyidina Muhammad”, meskipun tidak ada pada lafazh-lafazh shalawat yang diajarkan oleh Nabi (ash-Shalawat al Ma'tsurah) dengan penambahan kata “Sayyid”. Karena menyusun dzikir tertentu yang tidak ma'tsur boleh selama tidak bertentangan dengan yang ma'tsur.
Sahabat ‘Umar ibn al-Khaththab dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim menambah lafazh talbiyah dari yang sudah diajarkan oleh Rasulullah. Lafazh talbiyah yang diajarkan oleh Nabi adalah:
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَNamun kemudian sabahat Umar ibn al-Khaththab menambahkannya. Dalam bacaan beliau:
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ ، وَالْخَيْرُ فِيْ يَدَيْكَ، وَالرَّغْبَاءُ إِلَيْكَ وَالْعَمَلُDalil lainnya adalah dari sahabat ‘Abdullah ibn ‘Umar bahwa beliau membuat kalimat tambahan pada Tasyahhud di dalamnya shalatnya. Kalimat Tasyahhud dalam shalat yang diajarkan Rasulullah adalah “Asyhadu An La Ilaha Illah, Wa Asyhadu Anna Muhammad Rasulullah”. Namun kemudian ‘Abdullah ibn ‘Umar menambahkan Tasyahhud pertamanya menjadi:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُTambahan kalimat “Wahdahu La Syarika Lah” sengaja diucapkan oleh beliau. Bahkan tentang ini ‘Abdullah ibn ‘Umar berkata: “Wa Ana Zidtuha...”. Artinya: “Saya sendiri yang menambahkan kalimat “Wahdahu La Syarika Lah”. (HR Abu Dawud)
Dalam sebuah hadits shahih, Imam al-Bukhari meriwayatkan dari sahabat Rifa'ah ibn Rafi', bahwa ia (Rifa'ah ibn Rafi’) berkata: “Suatu hari kami shalat berjama'ah di belakang Rasulullah. Ketika beliau mengangkat kepala setelah ruku' beliau membaca: “Sami’allahu Liman Hamidah”, tiba-tiba salah seorang makmum berkata:
رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ
Setelah selesai shalat Rasulullah bertanya: “Siapakah tadi yang mengatakan kalimat-kalimat itu?". Orang yang yang dimaksud menjawab: “Saya Wahai Rasulullah...”. Lalu Rasulullah berkata:
رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلاَثِيْنَ مَلَكًا يَبْتَدِرُوْنَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلَ “Aku melihat lebih dari tiga puluh Malaikat berlomba untuk menjadi yang pertama mencatatnya”.
al-Imam al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam kitab Fath al-Bari, dalam menjelaskan hadits sahabat Rifa’ah ibn Rafi ini menuliskan sebagai berikut: “Hadits ini adalah dalil yang menunjukkan kepada beberapa perkara. Pertama; Menunjukan kebolehan menyusun dzikir yang tidak ma'tsur di dalam shalat selama tidak menyalahi yang ma'tsur. Dua; Boleh mengeraskan suara dzikir selama tidak mengganggu orang lain di dekatnya. Tiga; Bahwa orang yang bersin di dalam shalat diperbolehkan baginya mengucapkan “al-Hamdulillah” tanpa adanya hukum makruh” (Fath al-Bari, j. 2, h. 287).
Dengan demikian boleh hukumnya dan tidak ada masalah sama sekali di dalam bacaan shalawat menambahkan kata “Sayyidina”, baik dibaca di luar shalat maupun di dalam shalat. Karena tambahan kata “Sayyidina” ini adalah tambahan yang sesuai dengan dasar syari’at, dan sama sekali tidak bertentangan dengannya.
Asy-Syaikh al’Allamah Ibn Hajar al-Haitami dalam kitab al-Minhaj al-Qawim, halaman 160, menuliskan sebagai berikut:
وَلاَ بَأْسَ بِزِيَادَةِ سَيِّدِنَا قَبْلَ مُحَمَّدٍ، وَخَبَرُ"لاَ تُسَيِّدُوْنِي فِيْ الصَّلاَةِ" ضَعِيْفٌ بَلْ لاَ أَصْلَ لَهُ “Dan tidak mengapa menambahkan kata “Sayyidina” sebelum Muhammad. Sedangkan hadits yang berbunyi “La Tusyyiduni Fi ash-Shalat” adalah hadits dha'if bahkan tidak memiliki dasar (hadits maudlu/palsu)”.
Di antara hal yang menunjukan bahwa hadits “La Tusayyiduni Fi ash-Shalat” sebagai hadits palsu (Maudlu’) adalah karena di dalam hadits ini terdapat kaedah kebahasaan yang salah (al-Lahn). Artinya, terdapat kalimat yang ditinjau dari gramatika bahasa Arab adalah sesuatu yang aneh dan asing. Yaitu pada kata “Tusayyiduni”. Di dalam bahasa Arab, dasar kata “Sayyid” adalah berasal dari kata “Saada, Yasuudu”, bukan “Saada, Yasiidu”. Dengan demikian bentuk fi’il Muta'addi (kata kerja yang membutuhkan kepada objek) dari “Saada, Yasuudu” ini adalah “Sawwada, Yusawwidu”, dan bukan “Sayyada, Yusayyidu”. Dengan demikian, -seandainya hadits di atas benar adanya-, maka bukan dengan kata “La Tasayyiduni”, tapi harus dengan kata “La Tusawwiduni”. Inilah yang dimaksud dengan al-Lahn. Sudah barang tentu Rasulullah tidak akan pernah mengucapkan al-Lahn semacam ini, karena beliau adalah seorang Arab yang sangat fasih (Afshah al-‘Arab).
Bahkan dalam pendapat sebagian ulama, mengucapkan kata “Sayyidina” di depan nama Rasulullah, baik di dalam shalat maupun di luar shalat lebih utama dari pada tidak memakainya. Karena tambahan kata tersebut termasuk penghormatan dan adab terhadap Rasulullah. Dan pendapat ini dinilai sebagai pendapat mu’tamad.
Asy-Syaikh al-‘Allamah al-Bajuri dalam kitab Hasyiah al-Bajuri, menuliskan sebagai berikut:
الأوْلَى ذِكْرُ السِّيَادَةِ لأَنّ الأفْضَلَ سُلُوْكُ الأدَبِ، خِلاَفًا لِمَنْ قَالَ الأوْلَى تَرْكُ السّيَادَةِ إقْتِصَارًا عَلَى الوَارِدِ، وَالمُعْتَمَدُ الأوَّلُ، وَحَدِيْثُ لاَ تُسَوِّدُوْنِي فِي صَلاتِكُمْ بِالوَاوِ لاَ بِاليَاءِ بَاطِلٌ“Yang lebih utama adalah mengucapkan kata “Sayyid”, karena yang lebih afdlal adalah menjalankan adab. Hal ini berbeda dengan pendapat orang yang mengatakan bahwa lebih utama meninggalkan kata “Sayyid” dengan alasan mencukupkan di atas yang warid saja. Dan pendapat mu’tamad adalah pendapat yang pertama. Adapun hadits “La Tusawwiduni Fi Shalatikum”, yang seharusnya dengan “waw” (Tusawwiduni) bukan dengan “ya” (Tusayyiduni) adalah hadits yang batil” (Hasyiah al-Bajuri, j. 1, h. 156).
Allah humma Solli Wa sollim 'ala Sayyidina Muhammad, Wa 'ala ali Sayyidina Muhammad.
*
*
*
Link pilihan:
Imam Mekah sebut Sayyidina -> https://www.facebook.com/mohd.hanif.779/videos/10205245774497972/
Imam Mekah sebut Sayyidina -> https://www.facebook.com/mohd.hanif.779/videos/10205245774497972/
Hukum Sambutan Maulidur Rasul
*
Imam Abu Syamah berkata: Suatu hal yang baik ialah apa yang dibuat pada tiap-tiap tahun bersetuju dengan hari maulid Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam memberi sedekah, membuat kebajikan, maka hal itu selain berbuat baik bagi fakir miskin, juga mengingatkan kita untuk mengasihi junjungan kita Nabi Muhammad sallaLlahu ‘alaihi wasallam membesarkan beliau, dan syukur kepada Tuhan atas kurniaanNya, yang telah mengirim seorang Rasul yang dirasulkan untuk kebahagiaan seluruh makhluk. (I’anatut Tholibin, juzu’ III, halaman 364) – Imam Abu Syamah adalah seorang ulamak besar Mazhab Syafie dan merupakan guru kepada Imam An Nawawi.
Imam Jalaluddin al Suyuthi dalam bukunya ‘Husnul Maqshid fi Amalil Maulid’ memberikan penjelasan tentang sambutan Maulid Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam: Menurutku, bahawa hukum dasar kegiatan maulid yang berupa berkumpulnya orang-orang yang banyak, membaca beberapa ayat-ayat al Quran, menyampaikan khabar-khabar yang diriwayatkan tentang awal perjalanan hidup Nabi sallaLlahu ‘alaihi wasallam dan tanda-tanda kebesaran yang terjadi pada waktu kelahiran Baginda, kemudian dihidangkan makanan untuk mereka dan mereka pun makan bersama, lalu mereka pun berangkat pulang, tanpa ada tambahan kegiatan lain. Adalah termasuk bid’ah hasanah dan diberikan pahala bagi orang yang melakukannya. Imam para hafizh Abu Fadhl Ibnu Hajar telah menjelaskan dasar hukumnya sunnah.
Wallahu 'alam.
Sumber:
http://jomfaham.blogspot.com/2010/02/mengapa-menyambut-maulidur-rasul.html
https://www.facebook.com/syaroni.assamfury/posts/678019522248960
*
Imam Abu Syamah berkata: Suatu hal yang baik ialah apa yang dibuat pada tiap-tiap tahun bersetuju dengan hari maulid Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam memberi sedekah, membuat kebajikan, maka hal itu selain berbuat baik bagi fakir miskin, juga mengingatkan kita untuk mengasihi junjungan kita Nabi Muhammad sallaLlahu ‘alaihi wasallam membesarkan beliau, dan syukur kepada Tuhan atas kurniaanNya, yang telah mengirim seorang Rasul yang dirasulkan untuk kebahagiaan seluruh makhluk. (I’anatut Tholibin, juzu’ III, halaman 364) – Imam Abu Syamah adalah seorang ulamak besar Mazhab Syafie dan merupakan guru kepada Imam An Nawawi.
Imam Jalaluddin al Suyuthi dalam bukunya ‘Husnul Maqshid fi Amalil Maulid’ memberikan penjelasan tentang sambutan Maulid Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam: Menurutku, bahawa hukum dasar kegiatan maulid yang berupa berkumpulnya orang-orang yang banyak, membaca beberapa ayat-ayat al Quran, menyampaikan khabar-khabar yang diriwayatkan tentang awal perjalanan hidup Nabi sallaLlahu ‘alaihi wasallam dan tanda-tanda kebesaran yang terjadi pada waktu kelahiran Baginda, kemudian dihidangkan makanan untuk mereka dan mereka pun makan bersama, lalu mereka pun berangkat pulang, tanpa ada tambahan kegiatan lain. Adalah termasuk bid’ah hasanah dan diberikan pahala bagi orang yang melakukannya. Imam para hafizh Abu Fadhl Ibnu Hajar telah menjelaskan dasar hukumnya sunnah.
Wallahu 'alam.
Sumber:
http://jomfaham.blogspot.com/2010/02/mengapa-menyambut-maulidur-rasul.html
https://www.facebook.com/syaroni.assamfury/posts/678019522248960
*
Sadaqallahul 'azim
*
Al-Imam Al-Qurthubi menuliskan dalam kitab tafsir, Al-Jami’ li Ahkamil Quran bahwa Al-Imam At-Tirmizy mengatakan tentang adab membaca Al-Quran. Salah satunya adalah pada saat selesai membaca Al-Quran, dianjurkan untuk mengucapkan lafaz shadaqallahul a’dzhim atau lafadz lainnya yang semakna.
Syaikh Athiyah Saqr, Mufti Mesir, ketika ditanya apa hukum membaca Shadaqallahul ‘Azhim. Beliau berkata: “Kalimat Shadaqallahu Al ‘Azhim yang diucapkan oleh pembaca Al Quran atau oleh pendengar setelah selesai membaca atau mendengar ayat-ayat Al Quran, bukanlah bid’ah tercela, bahkan memiliki landasan yang cukup kuat. Iaitu:
1. Tidak ada satu pun dalil yang melarangnya.
2. Kalimat itu merupakan zikir.
3. Para ulama menjadikannya sebagai salah satu adab ketika selesai membaca Al Quran. Bahkan menurut mereka jika ia diucapkan dalam solat, tidak membatalkan solat. Demikianlah pendapat kalangan mazhab Hanafi dan Syafi’e.
4. Lafal atau ucapan tersebut demikian dekat dengan apa yang diperintahkan dalam Alquran serta merupakan ucapan orang mukmin di saat akan perang.
Wallahu 'alam.
Sumber:
http://www.fimadani.com/membaca-shadaqallahul-azhim-setelah-tilawah-al-quran/
https://islamicc.wordpress.com/tag/hukum-membaca-shadaqallahul-adzim/
*
Maha Benar Allah, yang Maha Agung
Syaikh Athiyah Saqr, Mufti Mesir, ketika ditanya apa hukum membaca Shadaqallahul ‘Azhim. Beliau berkata: “Kalimat Shadaqallahu Al ‘Azhim yang diucapkan oleh pembaca Al Quran atau oleh pendengar setelah selesai membaca atau mendengar ayat-ayat Al Quran, bukanlah bid’ah tercela, bahkan memiliki landasan yang cukup kuat. Iaitu:
1. Tidak ada satu pun dalil yang melarangnya.
2. Kalimat itu merupakan zikir.
3. Para ulama menjadikannya sebagai salah satu adab ketika selesai membaca Al Quran. Bahkan menurut mereka jika ia diucapkan dalam solat, tidak membatalkan solat. Demikianlah pendapat kalangan mazhab Hanafi dan Syafi’e.
4. Lafal atau ucapan tersebut demikian dekat dengan apa yang diperintahkan dalam Alquran serta merupakan ucapan orang mukmin di saat akan perang.
Wallahu 'alam.
Sumber:
http://www.fimadani.com/membaca-shadaqallahul-azhim-setelah-tilawah-al-quran/
https://islamicc.wordpress.com/tag/hukum-membaca-shadaqallahul-adzim/
*
Langgan:
Catatan (Atom)
Popular Posts
-
* Dari Abu Darda r.a., Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda: "Jika sesiapa belajar dengan 'mata hati' dalam 10 ay...
-
* "Sesiapa mengucapkan astaghfirullah hal 'azim al lazi laa ilaha illa huwal hayyul qayyum wa atubu ilaih, akan diampuni dosa...
-
1. Allahumma laka sumtu wa bika aamantu wa ‘alaa rizqika afthartu birahmatika ya arhamarrohimin Maksudnya, "Ya Allah bagi Engkau ...
-
* Solat sunat dua rakaat sebelum solat fardhu Subuh dikenali sebagai Solat Fajar atau Solat Qabliyah Subuh atau Solat Sunat Subuh ....
-
* Jika ditanya Allah ada dimana ? Jawablah: Allah ADA TANPA bertempat, tiada bagi Allah Aina (di mana). (Sumber: ...
-
* Penjelasan Status Hadis Doa Bulan Rejab Hadis Rejab Bulan Allah - Hadis Palsu ? Kelebihan Bulan Rejab *
-
* "Wahai orang-orang yang beriman, telah ditentukan ke atas kamu berpuasa sebagaimana telah ditentukan ke atas umat-umat sebelum kam...
-
* Diterbitkan dan diedar secara percuma oleh: DARUL QURAN WAS-SUNNAH Lot 1499, Taman Seri Demit, Jalan Sultanah Zainab 2 Kubang Keria...
-
* Waktu Solat Dhuha Secara umumnya waktu melakukan solat sunat Dhuha mengikut syarak bermula dari selepas terbit matahari iaitu angga...
-
* Penjelasan Tentang Bid'ah. Dalam pengertian syari’at, bid’ah adalah: اَلْمُحْدَثُ الَّذِيْ لَمْ يَنُصَّ عَلَيْهِ الْقُرْءَانُ ...