"Tiap-tiap diri akan merasai mati. Sesungguhnya akan disempurnakan pahala kamu pada hari kiamat. Sesiapa yang TERSELAMAT DARI NERAKA dan dimasukkan ke dalam syurga, sesungguhnya BERJAYA lah dia, dan ingatlah bahawa kehidupan di dunia ini hanyalah kesenangan yang memperdaya." (Ali Imran : 185)

Makna Sebenar SILATURAHIM

*


Makna silatu rahim ialah berlaku ihsan kepada kaum kerabat. 


Pendapat yang lebih tepat berkaitan dengan maksud silatu rahim ialah hubungan di antara kerabat atau keluarga sahaja.

Hubungan selain daripada ahli keluarga, bukan disebut silatu rahim, ia disebut sebagai ukhuwah Islamiah (persaudaraan sesama Islam). 

Silah bermaksud hubungan dan ar-Rahim bermaksud pertalian manusia dari segi keturunan dan disebut juga kerabat atau keluarga.

Imam Ibnul Atsir berkata, "Silatu rahim adalah suatu ungkapan berkaitan dengan menjalinkan perbuatan baik terhadap kaum kerabat yang memiliki hubungan senasab atau perkahwinan, berlemah lembut kepada mereka, menyayangi mereka, memerhatikan keadaan mereka, walaupun mereka jauh dan berbuat jahat. Manakala memutuskan silatu rahim adalah suatu perbuatan yang berlawanan dengannya." (Lisânul-‘Arab (XV/318).

Kaum kerabat terdiri daripada kedua ibu dan bapa, adik beradik, pakcik, makcik, sepupu, nenek, datuk dan anak yang memiliki hubungan kekeluargaan yang dekat. Adapun hubungan yang dinisbahkan kepada selain ahli keluarga, maka ia disebut sebagai ukhuwah Islamiah (persaudaraan sesama Islam). 

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata "Ar-rahim secara umum adalah dimaksudkan untuk para kerabat dekat. Antara mereka terdapat garis nasab (keturunan), sama ada berhak mewarisi atau tidak, samada mahram atau tidak". (Fathul Bari, 10/414)

Kaum kerabat yang wajib dieratkan ikatan silatu rahim itu termasuklah kerabat mahram dan yang bukan mahram. Dalam Kitab az-Zawajir karangan Ibnu Hajar al-Haitami Rahimahullahu Ta‘ala ada menyebutkan bahawa kaum kerabat itu terbahagi kepada dua iaitu kaum kerabat mahram dan yang bukan mahram:

1. Kaum kerabat mahram ialah saudara yang haram bernikah dengannya seperti bapa, ibu, adik beradik lelaki dan perempuan dan anak-anak mereka, bapa saudara dan emak saudara sebelah bapa dan emak.

2. Kaum kerabat dari bukan mahram ialah saudara yang halal bernikah dengannya seperti anak bapa saudara dan emak saudara sebelah bapa dan anak-anak mereka, anak bapa dan emak saudara sebelah emak dan anak-anak mereka.

Nabi sallallahu `alaihi wa sallam bersabda, "Sesiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat, hendaklah dia menjalinkan silatu rahim.” (HR Bukhari)

Nabi sallallahu `alaihi wa sallam bersabda, "Sesiapa yang suka agar diperluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah dia menghubungkan silatu rahim.” (HR Bukhari)

Nabi sallallahu `alaihi wa sallam bersabda, "Tidak masuk Syurga, mereka yang memutuskan silatu rahim.” (HR Bukhari dan Muslim)

Wallahu a'lam.

*

Hadits Tentang Nur Muhammad dalam Referensi Ulama

 Hadits Tentang Nur Muhammad dalam Referensi Ulama

bharata: Asslamualaikum Tgk Ali. Saya ingin bertanya, adakah hadist atau nash alquran tentang "Nur Muhammad"? Kalau ada mohon tgk berkenan menyampaikan sumbernya. Terima kasih tgk. Wassalam

Jawab :

Berikut ini beberapa penjelasan tentang Nur Muhammad yang kami kutip dari beberapa kitab karya ulama, yakni :

1.        Syaikh Khalid al-Azhari mengatakan :

“Sesungguhnya segala tanda-tanda kenabian yang didatangkan dengannya oleh para rasul sesungguhnya berhubung dengan mereka dari pada Nur Nabi Muhammad SAW, karena Nur Nabi SAW telah dicipta terdahulu dari pada mereka”.[1]

2.      Ibrahim al-Bajury berkata :

“Jika dikatakan bagaimana dapat dikatakan mukjizat yang didatangkan oleh para rasul yang mulia kepada umat-umat mereka adalah dari pada Nur Nabi Muhammad SAW, sedangkan para nabi tersebut adalah lebih dahulu ada ? Maka jawabannya ialah Junjungan Nabi SAW adalah terlebih dahulu wujudnya atas segala nabi tersebut yakni dari segi kejadian an-Nur al- Muhammady.”[2]

3.      Imam al-Barzanji berkata dalam sya’ir Maulid al-Nabawy :

وأصلي وأسلم على النور الموصوف بالتقدم والأولية

Artinya : Dan aku mohon rahmat Allah dan kesejahteraan-Nya atas nur yang disifati dengan terdahulu dan yang pertama.[3]

 

4.      An-Nawawi al-Bantany, dalam mensyarah perkataan al-auwaliyah (perkataan al-Barzanji dalam sya’ir Maulid al-Nabawy di atas) mengatakan :

“Keadaan nur itu yang pertama adalah dibandingkan makhluk lainnya, sebagaimana dalam hadits Jabir, beliau bertanya kepada Rasulullah SAW makhluk pertama yang diciptakan Allah Ta’ala, Rasulullah SAW bersabda :

ان الله خلق قبل الأشياء نور نبيك فجعل ذالك النور يدور بالقدرة حيث شاء الله ولم يكن في ذلك الوقت لوح ولا قلم ولا جنة ولا نار ولا ملك ولا انس ولا جن ولا أرض ولا سماء  ولا شمس ولا قمر

Artinya :  Sesungguhnya Allah telah mencipta, sebelum adanya sesuatu, nur nabimu, maka dijadikan nur tersebut beredar dengan kekuasaan qudrahNya menurut yang dikehendaki Allah. Dan belum ada pada waktu itu luh, qalam, syurga, neraka, malaikat, manusia, jin, bumi, langit, matahari dan bulan.[4]

Komentar penulis :

Ini merupakan hadits Jabir riwayat Abdur Razzaq yang ditolak oleh al-Suyuthi sebagaimana keterangan setelah ini. Matannya menyerupai ini telah disebut oleh Ibnu Hajar al-Haitamy dalam Asyraf al-Wasail ila Fahm al-Syamail dengan menyebutkannya sebagai riwayat Abdur Razzaq dari Jabir.[5]

5.      Ditanyai Ibnu Hajar al-Haitamy, semoga Allah memberi manfaat kepadanya, siapakah yang meriwayat hadits  :

أول ما خلق الله روحي والعالم بأسره من نوري كل شيء يرجع إلى أصله

Artinya :  Yang pertama diciptakan Allah adalah ruhku dan alam keseluruhannya dicipta daripada nurku, setiap sesuatu kembali kepada asalnya

Maka beliau menjawab :

 "Aku tidak mengetahui siapa yang meriwayatkannya sedemikian. Dan Sesungguhnya yang diriwayat oleh Abdur Razzaq adalah sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda :

إن الله خلق نور محمد قبل الأشياء من نوره

Artinya : Sesungguhnya Allah telah mencipta Nur Muhammad sebelum segala sesuatu dari pada Nur-Nya.[6]

Hadits riwayat Abdur Razzaq ini juga telah disebut oleh Ibnu Hajar al-Haitamy dalam kitab beliau, Asyraf al-Wasail ila Fahm al-Syamail [7] dan kitab al-Ni’mah al-Kubra ‘ala al-Alam fi Maulidi Sayyidi Waladi Adam.[8]

6.      Imam Abdurrahim bin Ahmad al-Qadhi dalam kitabnya, Daqaiq al-Akhbar mengatakan :

“ Sesungguhnya telah datang khabar bahwa Allah Ta’ala menciptakan pohon dengan empat cabang. Allah Ta’ala menamakannya Syajaratulyaqin. Kemudian dalam hijab, Allah menciptakan Nur Muhammad dari permata putih seperti bentuk burung Merak dan Allah meletakkannya di atas pohon tersebut. Nur Muhammad bertasbih di atasnya selama tujuh puluh ribu tahun. Kemudian Allah Ta’ala menciptakan mar-atul haya’ (cermin malu) dan meletakkannya di hadapan Nur Muhammad. Manakala burung merak (Nur Muhammad) melihat cermin, dia melihat bentuknya yang cantik da sangat bagus, maka dia malu kepada Allah dan berkeringat karenanya. Maka muncullah enam keringat darinya. Dari keringat pertama, Allah Ta’ala menciptakan Abu Bakar r.a., dari keringat kedua Allah menciptakan Umar r.a., dari keringat ketiga Allah menciptakan Usman r.a., dari keringat keempat Allah menciptakan Ali r.a., dari keringat kelima Allah menciptakan bunga dan dari keringat keenam Allah menciptakan gandum………….dst”[9]

Komentar penulis :

Hadits ini bertentangan dengan pemahaman bahwa Nur Muhammad merupakan makhluq yang pertama, karena berdasarkan kandungan hadits ini ada makhluq lain sebelum Nur Muhammad, yakni pohon Syajaratulyaqin dan permata putih.

Hadits ini disebut tanpa perawi dan sanadnya.

7.      Al-Suyuthi, salah seorang ulama besar dalam Mazhab Syafi’i ditanyai mengenai hadits penciptaan Nur Muhammad, yaitu hadits berbunyi :

أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى خَلَقَ نُورَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَزَّأَهُ أَرْبَعَةَ أَجْزَاءٍ فَخَلَقَ مِنَ الْجُزْءِ الْأَوَّلِ الْعَرْشَ، وَخَلَقَ مِنَ الْجُزْءِ الثَّانِي الْقَلَمَ، وَخَلَقَ مِنَ الثَّالِثِ اللَّوْحَ، ثُمَّ قَسَّمَ الْجُزْءَ الرَّابِعَ وَجَزَّأَهُ أَرْبَعَةَ أَجْزَاءٍ، وَخَلَقَ مِنَ الْجُزْءِ الْأَوَّلِ الْعَقْلَ، وَخَلَقَ مِنَ الْجُزْءِ الثَّانِي الْمَعْرِفَةَ، وَخَلَقَ مِنَ الْجُزْءِ الثَّالِثِ نُورَ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ وَنُورَ الْأَبْصَارِ وَنُورَ النَّهَارِ، وَجَعَلَ الْجُزْءَ الرَّابِعَ تَحْتَ سَاقِ الْعَرْشِ مَدْخُورًا

Artinya : Sesungguhnya Allah Ta’ala menjadi Nur Muhammad SAW, maka membagikannya menjadi empat bagian. Allah menjadikan Arasy dari bagian pertama, menjadikan qalam dari bagian kedua dan menjadikan luh dari bagian ketiga. Kemudian membagikan bagian yang keempat dalam empat bagian, menjadikan akal dari bagian pertama, menjadikan ma’rifah dari bagian kedua, menjadikan cahaya matahari, cahaya bulan, cahaya abshar (penglihatan) dan cahaya siang hari dari bagian ketiga dan menjadikan dari bagian yang keempat tersimpan di bawah penyangga Arasy.

Beliau menjawab :

“Hadits yang disebut dalam pertanyaan, tidak ada sanadnya yang dapat dijadikan pegangan.”[10]

Dalam kitab Quut al-Mughtazi ‘ala Jami’ al-Turmidzi, al-Suyuthi berkomentar tentang hadits yang berbunyi :

إن اول ما خلق الله نوري

Artinya : Sesungguhnya yang pertama diciptakan Allah adalah nur aku.

beliau mengatakan, hadits ini tidak datang dengan ini lafazh, maka tidak diperlukan penta’wilan (untuk menghindari pertentangan dengan hadits “yang pertama diciptakan Allah adalah qalam”).[11]

8.        Al-Buwaithi salah seorang murid Imam Syafi’i, menyatakan sunnat memperbanyak shalawat kepada Nabi SAW ketika makan beras, karena beras dijadikan Allah dari Nur Muhammad. Namun al-Bujairumi mempertanyakan fatwa ini, beliau mengatakan :

“Perkataan al-Buwaithi bahwa beras dijadikan dari Nur Muhammad perlu ada tinjauan, karena hadits tentangnya tidak tsubut (tidak shahih).”[12]

9.        Dari Abdullah bin Syaqiq, Rasulullah SAW bersabda :

كُنْتُ نَبِيًّا وَآدَمُ بَيْنَ الرُّوحِ وَالْجَسَدِ

Artinya : Aku sudah menjadi nabi, sedangkan Adam masih antara ruh dan jasad. (H.R. Ibnu Sa’ad)[13]

Hadits ini telah ditakhrij oleh al-Hakim dengan lafazh :

يا رسول الله متى كنت نبيا قال: وآدم بين الروح والجسد

Artinya : Ya Rasulullah kapan engkau menjadi nabi?, Jawab beliau : “Adam antara ruh dan jasad.

Al-Hakim mengatakan shahih dan al-Zahabi mengakui keshahihan itu. Hadits ini juga telah ditakhrij oleh Ahmad dan al-Thabrani. Al-Haitsami mengatakan, rijalnya rijal shahih.[14]

Imam al-Subki dalam mengomentari hadits di atas mengatakan :

 “Sungguh telah datang berita bahwa Allah menjadi ruh-ruh sebelum jasad. Karena itu, perkataan Nabi : “Aku sudah menjadi nabi” di atas merupakan isyarat kepada ruh Nabi yang mulia dan hakikatnya. Sedangkan hakikatnya itu tidak mampu akal kita mengenalnya, hanya penciptanya dan orang-orang yang diberikan kemampuan dengan nur ilahi saja. Kemudian Allah mendatangkan hakikat-hakikat itu menurut yang dikehendaki-Nya pada waktu yang dikehendaki-Nya. Maka hakikat Nabi SAW yang wujud sebelum penciptaan Adam didatangkan Allah sifat kenabian itu padanya, yakni Allah menjadikan hakikat Nabi SAW tersedia untuk sifat kenabian itu dan dilimpahkannya atas hakikat Nabi SAW pada waktu itu, maka jadilah hakikatnya sebagai nabi.[15]

Komentar penulis :

Seandainya diterima pemahaman Imam al-Subki ini, maka hakikat Muhammad yang dimaksud bukan berarti identik dengan Nur Muhammad yang merupakan makhluq pertama ciptaan Allah, karena pemahaman al-Subki ini hanya menunjukan hakikat Muhammad lebih duluan ada dari jasad Adam a.s., bukan lebih duluan dari segala makhluq.

Sebagian ulama menafsirkan, maknanya adalah kenabian Muhammad sudah duluan nyata/dhahir dalam alam arwah dari pada penciptaan Adam a.s. Artinya penciptaan Muhammad sebagai nabi sudah duluan masyhur dalam alam arwah dikalangan Malaikat.

Al-Ghazali mengatakan, maknanya adalah Muhammad sudah duluan menjadi nabi dari pada penciptaan Adam a.s. dalam taqdir bukan dalam penciptaan, sedangkan dalam penciptaan duluan Adam a.s.

Penafsiran lain adalah duluan ada dalam ilmu Allah.

Ibnu Hajar al-Haitami setelah menyebut pendapat-pendapat ulama di atas, termasuk pendapat Imam al-Subki di atas, beliau lebih cenderung kepada pendapat Imam al-Subki.[16]

Syeikh Abu Abdurrahman Abdullah bin Muhammad bin Yusuf Ibn Abdullah bin Jami’ al-Harari, seorang ulama bermazhab Syafi’i (Lahir 1328 H/1910 M) berasal dari negeri Harar (sebuah nama negeri di Somalia sekarang) dalam kitab Sharih al-Bayan, beliau menolak pendapat yang mengatakan Nur Muhammad merupakan ciptaan Allah yang pertama, menurut beliau  makhluq pertama ciptaan Allah adalah air. Argumentasi beliau adalah sebagai berikut:

1.    Firman Allah Ta’ala berbunyi :

وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ

Artinya : Kami jadikan setiap sesuatu yang hidup dari air. (Q.S. al-Anbiya : 30)

2.    Hadits riwayat al-Bukhari dan al-Baihaqi berbunyi :

كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ، وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى المَاءِ

Artinya : Adalah Allah, tidak ada sesuatupun selainnya, Arasy ketika itu atas air. (H.R. Bukhari dan al-Baihaqi)[17]

3.    Hadits Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda :

كُلُّ شَيْءٍ خُلِقَ مِنَ الْمَاءِ

Artinya : Setiap sesuatu diciptakan dari air (H.R. Ibnu Hibban)[18]

4.    Diriwayat oleh al-Suddii dalam tafsirnya dengan sanad yang berbeda-beda, berbunyi :

أَنَّ اللَّهَ لَمْ يَخْلُقْ شَيْئًا مِمَّا خَلَقَ قَبْلَ الْمَاءِ

Artinya : Sesungguhnya Allah tidak menciptakan sesuatupun dari apa yang telah diciptakan-Nya sebelum air.[19]

5.    Abdurrazaq sendiri dalam menafsirkan firman Allah Q.S Hud : 7 yang berbunyi :

هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ

 Beliau mengutip perkataan Qatadah berbunyi :

هَذَا بَدْءُ خَلْقِهِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ

Artinya : Ini adalah permulaan penciptaannya sebelum menciptakan langit dan bumi. [20]

6.    Mujahid dalam menafsirkan firman Allah Q.S Hud : 7 di atas mengatakan :

قبل أن يخلق شيئًا.

Artinya : sebelum menciptakan sesuatupun.[21]

7.    Adapun hadits yang disebut-sebut sebagai riwayat Abdurrazaq dari Jabir, menurut beliau ini adalah maudhu’ (palsu). Beliau berargumentasi dengan penjelasan dari al-Suyuthi sebagaimana telah kutip di atas dan juga karena bertentangan dalil-dalil yang beliau kemukakan di atas

8.    Hadits Nur Muhammad yang disebut-sebut diriwayat oleh Abdurrazaq dari Jabir dalam kitab Mushannafnya, menurut beliau ternyata tidak ada dalam kitab tersebut berdasarkan cetakan yang beredar sekarang (zaman hidup beliau)

9.    Yang berpendapat juga bahwa hadits Jabir ini adalah maudhu’ adalah Ahmad bin al-Saddiq al-Ghumari, seorang peneliti hadits yang hidup semasa dengan beliau sebagaimana beliau kemukakan dalam kita ini.[22]

Komentar penulis :

KH Sirajuddin Abbas dalam buku beliau, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i cenderung menolak pendapat bahwa seluruh alam ini terjadi dari Nur Muhammad.[23]


Kesimpulan

Terjadi perbedaan pendapat ulama dalam menanggapi tentang hadits Nur Muhammad

Masalah keberadaan Nur Muhammad bukanlah masalah pokok akidah yang menyebabkan saling menuduh sesat sesama umat Islam hanya karena masalah khilafiyah ini, sehingga tidak mengherankan kalau masalah Nur Muhammad ini hampir dapat dikatakan jarang sekali dibahas dalam kitab–kitab Aqidah, yang banyak pembahasannya hanya dalam kitab kitab-kitab tasauf

Kami tidak dalam posisi menjelaskan pendapat mana yang lebih rajih antara kedua pendapat di atas

Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat untuk menambah wawasan keislaman kita dan kepada guru-guru kami, abu-abu/kiyai, seandainya pemahaman kami ini keliru, mohon masukan dan meluruskannya.



[1] Syaikh Khalid al-Azhari, Syarah Matn al-Burdah, dicetak pada hamisy Hasyiah ala Matn al-Burdah, al-Saqafiyah, Surabaya, Hal. 31

[2] Ibrahim al-Bajury, Hasyiah Matn al-Burdah, al-Saqafiyah, Surabaya, Hal. 30

[3] Majmu’ah al-Mawalid, Maktabah Julia Karya, Jakarta, Hal. 72-73

[4] Syaikh an-Nawawi al-Bantany, Madarij al-Su’ud, Syirkah al-Ma’arif, Bandung, Hal. 4

[5] Ibnu Hajar al-Haitamy, Asyraf al-Wasail ila Fahm al-Syamail,  Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Hal. 36

[6] Ibnu Hajar al-Haitamy, al-Fatawa al-Haditsiyah, Hal. 206

[7] Ibnu Hajar al-Haitamy, Asyraf al-Wasail ila Fahm al-Syamail,  Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Hal. 36

[8] Ibnu Hajar al-Haitamy, al-Ni’mah al-Kubra ‘ala al-Alam fi Maulidi Sayyidi Waladi Adam, Maktabah al-Haqiqah, Istambul, Hal. 4

[9] Imam Abdurrahim bin Ahmad al-Qadhi , Daqaiq al-Akhbar, Syirkah al-Ma’arif, Bandung, Hal. 2

[10] Al-Suyuthi, al-Hawy lil Fatawa, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. I, Hal. 323-325

[11] Al-Suyuthi, Quut al-Mughtazi ‘ala Jami’ al-Turmidzi, Juz. I, Hal. 516

[12]Al-Bujairumi, Hasyiah al-Bujairumi ‘ala Syarh al-Khatib, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. III, Hal. 73

[13] Ibnu Sa’ad, al-Thabaqat al-Kubra, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 118

[14] Al-Munawi, Faidh al-Qadir, Maktabah Syamilah, Juz. V, Hal. 53

[15] Al-Suyuthi, al-Hawi lil Fatawa, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. II, Hal. 100-101

[16] Ibnu Hajar al-Haitami, Asyraf al-Wasail ila Fahm al-Syamail,  Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Hal. 34-35

[17] Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz. IV, Hal. 105, No. 3191

[18] Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban, Maktabah Syamilah, Juz. VI, Hal. 299, No. 2559

[19] Ibnu Hajar al-Asqalani, Fahul Barri, Maktabah Syamilah, Juz. VI, Hal. 289

[20] Abdurrazaq, Tafsir Abdurrazaq, Maktabah Syamilah, Juz. II, Hal. 182

[21] Al-Thabari, Tafsir al-Thabari, Maktabah Syamilah, Juz. XV, Hal. 245

[22] Abu Abdurrahman Abdullah  al-Harari, Sharih al-Bayan, Hal. 220-222

[23] KH Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i, Pustaka Tarbiyah, Jakarta, Hal. 211


Sumber: kitab-kuneng: Hadits Tentang Nur Muhammad dalam Referensi Ulama (kitab-kuneng.blogspot.com)

Status Kisah Tha’labah

 Dari Group Telegram MSO-D1 : Bicara Hadith

Jawapan Ustaz محمد حافظ سوروني

Status Kisah Tha’labah:

Ia merupakan sebuah kisah yang masyhur yang telah diriwayatkan oleh ramai ulama spt  Imam at-Tabari dlm Tafsirnya, Imam at-Tabarani dlm al-Mu'jam al-Kabir, Imam al-Wahidi dlm Asbab an-Nuzul, al-Hafiz Ibn al-Athir dlm Usdu al-Ghabah, al-Hafiz al-Baghawi dlm Tafsirnya, al-Hafiz Abu Nu’aim dlm Ma’rifah as-Sahabah, Imam Ibn ‘Abdil Barr dlm al-Isti’ab, al-Hafiz Ibn Mandah, al-Hafiz al-Hasan bin Sufyan, al-Hafiz Ibn al-Munzir, Imam Ibn Abi Hatim, al-Hafiz Abu as-Syeikh, Imam al-‘Askari dlm al-Amthal, al-Hafiz Ibn Marduyah, al-Hafiz al-Barudi, al-Hafiz Ibn Qani’, al-Hafiz Ibn as-Sakan, al-Hafiz Ibn Syahin, Imam al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman dan al-Hafiz Ibn ‘Asakir. Kesemuanya meriwayatkan daripada riwayat Abu Umamah RA. Terdapat satu jalur riwayat lain yang mungkin menyokong riwayat ini daripada Ibn ‘Abbas RA, sepertimana yang diriwayatkan oleh Ibn Marduyah dlm Tafsirnya. (lihat: al-Isabah oleh al-Hafiz Ibn Hajar) 

Ada tiga pendapat ulama mengenai status kisah ini, iaitu:

1.  Ulama yang menyatakannya daif atau tidak palsu iaitu: al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman, al-Hafiz al-‘Iraqi dlm Takhrij al-Ihya’, al-Hafiz as-Suyuti dlm ad-Durr al-Manthur, al-‘Allamah al-Futtani dlm Tazkirah al-Maudhu’at, Imam az-Zabidi dlm Ithaf as-Sadah serta kebanyakan para mufassirin (ulama tafsir), termasuk Imam al-Wahidi dlm al-Wajiz, Imam Ibn al-‘Arabi dlm Ahkam al-Quran, al-Hafiz Ibn Kathir, Imam al-Alusi dan lain-lain yang menyatakannya sebagai sebab turunnya ayat 75 surah at-Taubah. Bahkan, Ibn Kathir menyebutkan ia termasuk pendapat Ibn ‘Abbas RA, sahabi mufassir dan al-Hasan al-Basri RA, tabii masyhur.   

2.  Antara ulama yang menyatakannya sangat daif ialah: al-Hafiz al-Haithami dlm Majma’ az-Zawa’id, al-Hafiz Ibn Hajar dalam al-Isabah, Imam Ibn Hajar al-Makki al-Haitami dlm al-Fatawa al-Hadithiyyah dan al-‘Allamah al-Munawi dlm al-Fath as-Samawi.

3.  Antara ulama yang menyatakannya palsu ialah: Imam Ibn Hazm dlm kitab al-Muhalla.

Ulama yang menyatakan kisah ini tidak palsu menyebut bhw terdapat dua orang Tha’labah, iaitu Tha’labah bin Hatib RA, seorang sahabat Badar yang meninggal dunia di Uhud dan seorang lagi Tha’labah bin Hatib/Abi Hatib, seorang munafik yang meninggal dunia di zaman Khalifah ‘Uthman RA. Ibn Ishaq menyebut, dia termasuk orang yang membina Masjid ad-Dhirar (masjid orang munafik). Kata al-Hafiz Ibn Hajar dlm al-Isabah: “Saya telah pasti kedua-duanya berbeza berdasarkan pendapat Ibn al-Kalbi bahawa sahabat Badar tersebut telah syahid di Uhud”. (lihat: Ithaf as-Sadah oleh az-Zabidi)

Meskipun ada yang yakin kisah ini palsu kerana mungkin menafikan adanya dua  orang Tha’labah, namun sebaiknya meraikan pandangan yang menyatakannya tidak palsu demi menjaga kesantunan terhadap para ulama lain dan suasana harmoni. Malahan, tidak ada pun di dalam sanadnya perawi yang benar2 disepakati sebagai pendusta atau dituduh berdusta, termasuklah ‘Ali bin Yazid al-Alhani. Data-datanya boleh dirujuk kepada kitab2 rijal, spt Tahzib al-Kamal oleh al-Hafiz al-Mizzi atau Tahzib at-Tahzib oleh al-Hafiz Ibn Hajar. Apatah lagi dengan adanya sokongan riwayat Ibn ‘Abbas RA, sepertimana yang diriwayatkan oleh Ibn Marduyah dlm Tafsirnya.

Maka, bagi yang mengatakannya tidak palsu, kisah Tha’labah ini boleh disampaikan untuk tujuan tarhib (memberi ancaman) sahaja dengan lafaz tamridh (ungkapan yang menunjukkan kelemahan sanadnya).

Wallahu a‘lam.

Tambahan Ustaz Fauzi Mustaffa:

Saya bimbang sgt kalau kisah Tha'labah tidak di nyatakan keseluruhan pandangan muhaddithin.

Tambahan Ustaz محمد حافظ سوروني

Betul ustz fauzi... sy juga ada sebut:

*"kebanyakan para mufassirin (ulama tafsir), termasuk Imam al-Wahidi dlm al-Wajiz, Imam Ibn al-‘Arabi dlm Ahkam al-Quran, al-Hafiz Ibn Kathir, Imam al-Alusi dan lain-lain yang menyatakannya sebagai sebab turunnya ayat 75 surah at-Taubah. Bahkan, Ibn Kathir menyebutkan ia termasuk pendapat Ibn ‘Abbas RA, sahabi mufassir dan al-Hasan al-Basri RA, tabii masyhur."

*"Ulama yang menyatakan kisah ini tidak palsu menyebut bhw terdapat dua orang Tha’labah, ..."

Point2 ini sgt perlu diambil kira..

Wallahu a'lam.

Klik link ini untuk join group Bicara Hadith:

https://telegram.me/bicara_hadithMSO

*

Popular Posts