Dari seorang sahabat yang mulia, Shuhaib bin Sinan radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketika penghuni syurga telah masuk Syurga, Allah ta’ala berfirman: “Apakah kalian mahu tambahan nikmat ? Mereka seraya menjawab: “Bukankah Engkau telah menjadikan wajah-wajah kami bercahaya? Dan Engkau telah memasukkan kami ke dalam syurga dan menyelamatkan kami dari neraka ? Kemudian Allah subhanahu wata’ala membuka hijab-Nya. Maka tidaklah mereka diberi nikmat yang lebih mereka sukai dibanding dengan nikmat melihat Allah subha nahuwa ta’ala.” (HR. Muslim).
Allah Ta’ala berfirman,
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
“Muka mereka (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannya mereka melihat.” (Al-Qiyamah: 22-23)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya terhadap ayat di atas menjelaskan, “Orang mukmin akan melihat Allah secara nyata dengan mata kepala mereka, hal ini sebagaimana dalam hadis riwayat Imam Bukhari rahimahullah, 'Sesungguhnya kalian akan melihat Tuhan kalian dengan mata kalian sendiri.’ (HR. Bukhari).
Imam Nawawi mengatakan, artinya kalian akan melihat Allah secara nyata, tidak ada keraguan dalam melihatNya, dan tidak pula ada kesulitan padanya. Seperti halnya kalian melihat bulan (purnama) ini secara nyata, tidak ada kesulitan dalam melihatnya. Yang diserupakan disini adalah cara melihatnya (tidak ada kesulitan), bukan Allah diserupakan dengan bulan. (Syarh Shahih Muslim, Nawawi, hlm. 136-137)
Al-Imâm al-Mujtahid Abu Hanifah an-Nu’man ibn Tsabit (w 150 H) berkata:
وَالله تَعَالَى يُرَى فِي الآخِرَة، ويَرَاهُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَهُمْ فِي الْجَنّةِ بِأعْيُنِ رُؤُوْسِهِمْ بِلاَ تَشْبِيْهٍ وَلاَ كَمِّيّة، وَلاَ يَكُوْنُ بَينَهُ وَبَيْنَ خَلْقِهِ مَسَافَة
“Allah di akhirat kelak akan dilihat. Orang-orang mukmin akan melihat-Nya ketika mereka di Syurga dengan mata kepala mereka masing-masing dengan tanpa adanya keserupaan bagi-Nya, bukan sebagai bentuk yang berukuran, dan tidak ada jarak antara mereka dengan Allah (ertinya bahwa Allah ada tanpa tempat, tidak di dalam atau di luar syurga, tidak di atas, bawah, belakang, depan, samping kanan atau pun samping kiri)” (al-Fiqh al-Akbar karya al-Imâm Abu Hanifah dengan penjelasannya karya Mulla Ali al-Qari, h. 136-137 )
Dalam al-Washiyyah, al-Imam Abu Hanifah berkata:
ولقاء الله تعالى لأهل الجنة بلا كيف ولا تشبيه ولا جهة حق
“Bertemu dengan Allah bagi ahli Syurga adalah benar. Tanpa kaifiyyat dan tanpa tasybih dan tanpa arah" (al-Fiqh al-Akbar dengan Syarah Mulla Ali al-Qari‘, h. 138).
Al-Imâm asy-Syaikh Abu ath-Thayyib Sahl ibn Muhammad asy-Syafi’i (w 404 H), seorang mufti wilayah Nisafur pada masanya berkata:
سمعت الشيخ أبا الطيب الصعلوكي يقول: “ُتضامّون” بضم أوله وتشديد الميم يريد لا تجتمعون لرؤيته- تعالى- في جهة ولا ينضم بعضكم إلى بعض فإنه لا يرى في جهة”
“Saya telah mendengar asy-Syaikh Abu at-Thayyib as-Sha’luki berkata dalam menerangkan hadis tentang Ru’yatullâh (melihat Allah bagi orang-orang mukmin). Dalam hadis tersebut terdapat kata “Lâ Tudlammûn”, al-Imâm as-Sha’luki mengertikannya bahwa kelak orang-orang mukmin di Syurga akan melihat Allah tanpa tempat dan tanpa arah, mereka ketika itu tidak saling berdesakan satu sama lainnya. Orang-orang mukmin tersebut berada di dalam Syurga, namun Allah tidak dikatakan di dalam atau di luar syurga. Kerana Allah bukan benda (yang mempunyai bentuk dan ukuran), Dia ada tanpa tempat dan tanpa arah”. (Pernyataan al-Imâm as-Sha’luki ini dikutip pula oleh al-Hâfizh Ibn Hajar al-Asqalani dan kitab Fath al-Bâri dan disepakatinya)
Wallahu a'lam.
Link pilihan:
Video - Bagaimana melihat Allah di Syurga ?
*